GARUT – Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) melalui Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas), Kombes Pol. Hendra Rochmawan, menyampaikan rilis terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa seorang perempuan di Kabupaten Garut. Kasus ini menjadi perhatian khusus publik mengingat kerentanan perempuan dan anak terhadap tindak kekerasan, baik fisik maupun psikologis.
“Kasus yang menimpa perempuan dan anak ini menjadi perhatian khusus bagi publik, karena sangat rentan sekali terhadap kekerasan, psikologi dan fisik. Dan ini menjadi catatan penting dan perhatian kita bahwa ini perlu asistensi,” ujar Hendra Rochmawan, Kamis (17/4).
Rilis ini didasarkan pada Laporan Polisi Nomor: LPB/175/IV/2025/SPKT/Polres Garut/Polda Jawa Barat tanggal 15 April 2025, atas nama pelapor berinisial AED. Tindak pidana kekerasan seksual tersebut terjadi di Jalan Mayor Syamsu, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, tepatnya di dalam kamar kos pelaku.
Baca Juga:Direksi Perumda Tirta Intan Garut Rakor di Cabang Cilawu dan Sosialisasi Permendagri se-Provinsi Jawa BaratGelar Donor Darah, Bukti Cinta Pegawai Lapas Garut Terhadap Sesama
Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, tersangka dalam kasus ini berinisial MSF, berprofesi sebagai dokter kandungan dan beralamat di Kecamatan Regol, Kota Bandung sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sementara itu, korban pelapor berusia 24 tahun dan beralamat di Kabupaten Garut.
Tim dari Polres Garut telah melakukan pemeriksaan terhadap kurang lebih 10 saksi, termasuk korban, orang tua korban (ibu), saudara korban, bidan, dokter lainnya, dan ahli psikologi. Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya baju korban yang sedang dipakai dan memori card yang berisi rekaman korban dengan pelaku.
“Undang-undang pasal 6 huruf D dan huruf C dan pasal 15 ayat 1, huruf B UUD RI no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dan pasal 308 UUD RI no 17 tahun 2023 tentang kesehatan ini merupakan pasal yang kita tetapkan kepada tersangka dengan ancaman hukuman dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda Rp300 juta,” tegasnya.
Hendra Rochmawan juga menyampaikan imbauan kepada masyarakat, terutama pengguna media sosial, untuk menjaga privasi korban. Ia menekankan bahwa korban kekerasan seksual sedang dalam proses pengaduan dan memerlukan perlindungan.
“Dan pada hari ini, karena menjadi suatu perhatian publik, banyak di media sosial dan lainnya kami menyampaikan kepada masyarakat untuk menjaga privasi dari korban, karena disini ketika dia sudah menjadi korban kekerasan seksual ini merupakan proses pengaduan,” katanya.