GARUT – Kisah Dadang Juarna (67), seorang lansia warga Kebon Kalapa, Kelurahan Ciwalen, Kecamatan Garut Kota, setiap harinya berprofesi sebagai pengurus sekaligus tukang membersihkan makam di makam Panyireupan yang berada di Jalan Bratayudha.
Hampir 20 tahun lamanya, ia menggeluti profesi atau menjadi pengurus makam dengan penghasilan yang hanya sekitar Rp.20.000 sampai Rp.30.000 setiap minggunya.
“Tidak dapat upah, paling setiap hari Jumat kalau ada yang ziarah suka ada yang ngasih paling Rp.20.000 atau Rp.30.000, kadang sama sekali tidak mendapatkan uang,” Ujar Dadang, saat ditemui di makam Panyireupan di Jalan Bratayudha, Garut Kota, pada Kamis (16/10).
Baca Juga:Relokasi PKL di Garut Belum Jalan, Pemkab Akui Terkendala LokasiTagana Jabar Beri Edukasi Mitigasi Bencana untuk Pelajar di Garut
Meski ditengah keterpurukan, Dadang tetap melanjutkan kegiatan tersebut setiap harinya dengan ikhlas meskipun tidak mendapatkan upah yang layak.
“Ikhlas saja, karena Allah. Kalau ada yang ngasih ya Alhamdulillah kalau tidak juga tidak apa-apa,” ujarnya.
Ia menceritakan pendapatannya meningkat saat menjelang bulan puasa atau saat lebaran, Dadang bisa mendapatkan uang sampai Rp. 1 juta lebih. “Ya kalau lebaran bisa sampai Rp. 1 juta atau Rp. 1,5 jutaan, tapi itukan setahun sekali,” katanya.
Dadang mengaku, bahwa ia bisa mendapatkan uang Rp.100.000 saja kalau ada orang yang meninggal dunia. “Dapat uang segitu kalau ada yang meninggal, ya ikut jadi tukang gali kuburan,” katanya.
Dengan penghasilan yang tak seberapa, tentu sangat berat baginya, apalagi ia masih mempunyai seorang anak laki-laki yang sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan. “Kalau yang 3 anak saya kan sudah nikah semua, tinggal 1 lagi yang laki-laki,” tuturnya.
Ditengah kondisi ekonomi yang begitu sulit ia tidak lagi mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah sejak setahun yang lalu. “Pernah dapat bantuan PKH Lansia dan BPNT tapi itu setahun yang lalu, sekarang sudah tidak dapat lagi,” ungkapnya.
Dadang menjelaskan, bahwa sebelum istrinya wafat beberapa tahun lalu, ia bersama sang istri sebenarnya membuka usaha yakni berjualan gorengan di halaman rumahnya sembari sesekali membersihkan makam, namun setelah kepergian sang istri usaha tersebut tak lagi dilanjutkan. “Kapungkur mah bari icalan gorengan sareng pun bojo, nya lumayan lah jang tambah-tambah mah, ayeunamah tos henteu,” jelasnya.