Fakta Babancong! Saksi Pertarungan Harimau dan Kerbau di Jantung Kota Garut Pada Masa Kolonial

Babancong Garut
Babancong Garut
0 Komentar

GARUT – Di tengah hiruk-pikuk modernisasi yang terus berkembang di Kabupaten Garut, masih berdiri tegak sebuah bangunan kecil yang menyimpan kisah panjang sejarah kota Garut.

Bangunan itu adalah Babancong, sebuah struktur unik yang telah menjadi saksi berbagai peristiwa penting dari masa kolonial hingga era kemerdekaan.

Meski sederhana, keberadaannya menjadi simbol kebanggaan masyarakat Garut dan identitas khas kota yang dikenal dengan julukan “Kota Intan”.

Baca Juga:Dua Warga Garut Ditangkap Saat Edarkan Sabu, Polisi Amankan Barang BuktiDisway Group dan B Erl Cosmetics Jalin Kolaborasi Strategis untuk Perluas Manfaat Sosial

Babancong terletak di sisi selatan Alun-alun Oto Iskandardinata Garut, berdekatan dengan Gedung Pendopo dan Masjid Agung.

Dengan luas sekitar 15 meter persegi dan tinggi panggung mencapai dua meter, bangunan ini berdiri kokoh di atas delapan tiang penyangga.

Atapnya berbentuk payung geulis yang menjulang setinggi tujuh meter, menjadi ciri khas arsitektur Sunda yang sarat makna estetika dan simbolik.

Awal Berdirinya Babancong

Bangunan ini diperkirakan dibangun pada tahun 1813, bersamaan dengan penataan pusat pemerintahan Kabupaten Limbangan nama lama Kabupaten Garut.

Saat itu, pemerintah Hindia Belanda membangun Pendopo, Alun-alun, Masjid Agung, dan kantor karesidenan secara terpadu.

Dalam konteks tersebut, Babancong difungsikan sebagai panggung kehormatan tempat pejabat kolonial beristirahat sekaligus menyaksikan pertunjukan rakyat.

Menurut informasi yang dihimpun sejarawan Garut, Warjita, kawasan sekitar Babancong dahulu kerap menjadi arena adu harimau dan kerbau, tradisi yang digelar setiap Lebaran pada masa pemerintahan RAA Wiratanudatar (1870–1915).

Baca Juga:Disway Group dan B Erl Cosmetics Jalin Kolaborasi Strategis untuk Perluas Manfaat SosialHujan Deras Picu Longsor di Pasirwangi, Polsek Lakukan Pengecekan Lokasi

Harimau ditempatkan di bawah Babancong, sedangkan para pejabat kolonial duduk di atas menyaksikan jalannya pertunjukan.

Penonton di sekitar lapangan tidak memiliki pelindung, hanya membawa tombak sebagai alat berjaga jika hewan buas itu menerjang.

Saksi Momen Bersejarah Bangsa

Babancong bukan hanya saksi budaya masa lampau, tetapi juga menjadi bagian dari sejarah nasional.

Pada tahun 1960-an, Presiden Soekarno pernah menyampaikan pidatonya dari atas Babancong di hadapan masyarakat Garut.

Dalam kunjungan tersebut, Garut mendapat penghargaan Adipura pertama di Indonesia atas keberhasilannya menjaga kebersihan kota, menjadikannya teladan bagi daerah lain.

Warisan yang Tetap Hidup

Kini, Babancong tetap digunakan sebagai podium upacara dan kegiatan resmi pemerintah daerah Garut.

0 Komentar