Mahasiswa PPDS Unpad Diduga Perkosa Pendamping Pasien RSHS, Kemendiktisaintek: Ini Penyimpangan yang Parah

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Togar M. Simatupa
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Togar M. Simatupang
0 Komentar

JAKARTA – Dunia pendidikan kembali diguncang kabar miris. Seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) diduga melakukan tindakan kekerasan seksual yang mengejutkan publik.

Peristiwa memilukan ini terjadi di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada pertengahan Maret 2025. Berdasarkan laporan, pelaku yang tengah menjalani residensi di rumah sakit tersebut memerkosa seorang pendamping pasien ICU. Modus yang digunakan pun tergolong mengerikan, pelaku berpura-pura melakukan prosedur medis dengan dalih “cross match” sambil menyuntikkan obat bius kepada korban.

Menanggapi kasus ini, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Togar M. Simatupang, menyampaikan keprihatinan mendalam. Ia menyebut tindakan pelaku bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk penyimpangan etik yang parah dalam dunia medis dan pendidikan tinggi.

Baca Juga:Ketua DPRD Garut Soroti Janji Kampanye Syakur–Putri di Sektor Ekonomi yang Belum TerealisasiKekerasan Seksual Marak Terjadi di Dunia Kampus, KemenPPPA Minta Kemendiktisaintek Perkuat Pencegahan

“Ini kejahatan yang menggunakan keahliannya untuk destruktif yang seharusnya ada etika profesi untuk kemanusiaan. Penyimpangan yang parah,” ujar Togar kepada Disway (Grup Radar Garut), dikutip 10 April 2025.

Togar juga mengapresiasi langkah cepat pihak kampus yang langsung melakukan investigasi internal dan menjatuhkan sanksi berat terhadap pelaku. Ia menegaskan bahwa penanganan kasus ini harus dilakukan secara transparan, adil, dan tuntas.

“Makanya apresiasi pada pihak kampus yang langsung investigasi dan memberikan sanksi berat,” lanjutnya.

Tragedi ini semakin menambah daftar kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik, menyusul pemecatan seorang guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) beberapa waktu lalu karena kasus serupa.

“Penyesalan yang mendalam hal ini terjadi oleh warga kampus yang notabene adalah teladan pendidik masa depan generasi bangsa,” ungkap Togar.

Ia mengingatkan seluruh pimpinan kampus agar tidak hanya bereaksi saat kasus mencuat, melainkan aktif membangun sistem perlindungan sejak dini. Termasuk di antaranya pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), penyuluhan, dan penguatan regulasi internal.

“Para pimpinan dihimbau agar melakukan aktivasi sebagai bentuk kepedulian terhadap kekerasan yang terjadi baik secara moral, sosialisasi, satgas PPKS, perlindungan, sampai pemulihan,” tuturnya.

Baca Juga:Warga Garut Geram, Bocah 5 Tahun Diduga Jadi Korban Pencabulan oleh Keluarga SendiriPelantikan CPNS dan PPPK di Garut Segera Dilakukan Jika Sudah Ada Lampu Hijau dari Pusat

Sebagai langkah lanjutan, Kemendiktisaintek juga telah menggandeng Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui kerja sama strategis. Memorandum kerja sama ini mencakup upaya peningkatan kesadaran, sosialisasi, hingga tindakan nyata dalam mencegah kekerasan seksual di lingkungan tridharma perguruan tinggi.

0 Komentar