JAKARTA – Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar mengusulkan supaya pajak bisa dibayarkan melalui zakat.
Hal itu mengingat, siklus agama ini memberikan kontribusi terhadap permasalahan sosial, terutama upaya pengentasan kemiskinan ekstrem.
Ia menjelaskan, dalam siklus kehidupan keagamaan, pendanaan telah dimulai sejak hamil 7 bulan, melahirkan, kehidupan perkawinan, dan seterusnya.
Baca Juga:Penerapan Kuliah Online Harus Dikaji, Ini Pesan dari Sekjen KemendiktisaintekAyam Petelur Jadi Pilihan Warga Garut untuk Munggahan
“Dalam dana-dana keagamaan kita kenal bukan hanya zakat. Pundi-pundi keislaman saja, belum agama lain. Ada zakat, infaq, sedekah, hibah, wasiat, waris, blok patah, barang hilang,” ujar Umar di Kantor Kemenko PM, Jakarta, 27 Februari 2025 seperti dikutip dari disway (Grup Radar Garut).
“Kemudian juga ada faiq, ada ghanimah, ada jisyah pajak. Ada 27. Belum lagi data-data yang sifatnya non-keuangan,” lanjutnya.
Ia mencontohkan, banyak masyarakat yang memanfaatkan momen Ramadan untuk berbagi makanan buka puasa, zakat beras jelang Idulfitri, kurban daging pada Iduladha.
“Nah itu kan tidak masuk dalam statistik sebagai biaya pembebasan dari kemiskinan, kan,” tuturnya.
Padahal menurutnya, siklus keagamaan itu juga memberikan kontribusi sosial.
“Jadi saya kira memang penyamaan visi dan penyamaan address ini jangan sampai tumpang tindih. Kalau kita berkolaborasi semua, donor-donor itu memberikan kepada alamat yang sama, saya kira itu bisa terangkat,” tuturnya.
Dengan ini semua menurutnya, jumlah warga fakir miskin tidak mungkin sebanyak itu di tengah banyaknya bantuan dari luar negeri dan serikat masyarakat.
Bahkan, menurutnya Baznas pada tahun 2023 saja berhasil mengumpulkan dana sebanyak Rp32 triliun yang seharusnya bisa mengentaskan fakir miskin yang sangat ekstrem.
Baca Juga:Awal Ramadan Berpotensi Berbeda, Begini Arahan MenagPandu Sjahrir: Danantara Optimis Bisa Perbaiki Perusahaan di BUMN Lebih Lincah
“Tapi masih dijumpai banyak kemiskinan. Jadi mungkin ada memang persoalan data yang belum akurat.”
Oleh sebab itu kata dia, menghadirkan Data Tunggan Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) menjadi sangat penting bagi penyampaian bantuan kepada fakir miskin agar lebih tepat sasaran.
Di samping itu, penting juga mencari simulasi terbaik supaya kemiskinan ekstrem ini bisa segera dientaskan, salah satunya dengan mencontoh negara tetangga Malaysia.
“Tetangga kita di Malaysia sebagai perumpamaan, zakat mereka itu dijadikan sebagai faktor pengurang pajak. Sedangkan kita di Indonesia, zakat kita itu hanya faktor pengurang objek pajak,” katanya.