GARUT – Sejarawan Warjita menegaskan bahwa Raden Ayu Lasminingrat adalah sosok penting dalam sejarah pendidikan perempuan di Sunda. Menurutnya, Lasminingrat tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga pelopor kemajuan wanita Sunda melalui pendirian Sakola Kautamaan Isteri.
“Raden Ayu Lasminingrat adalah tokoh luar biasa dalam sejarah pendidikan kita. Beliau mendirikan Sakola Kautamaan Isteri, yang menjadi wadah bagi perempuan Sunda untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” ujar Warjita saat diwawancarai, Kamis (6/2).
Warjita menjelaskan bahwa pada awalnya, Lasminingrat mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah kolonial Hindia Belanda, termasuk penghargaan dan tunjangan bulanan sebagai tenaga pengajar.
Baca Juga:Kapolsek Limbangan Pantau Gas 3kg, Antisipasi Penimbunan dari OknumUlar Sanca Sepanjang Tiga Meter Gegerkan Warga, Berhasil Dievakuasi Petugas Damkar UPT Limbangan
“Beliau bukan hanya sekadar mengajar, tetapi juga memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum perempuan di tengah masyarakat yang masih sangat patriarkal saat itu,” katanya.
Seiring perubahan Kabupaten Limbangan menjadi Kabupaten Garut pada 1913, kehidupan Lasminingrat pun mengalami perubahan.
“Ketika R. A. A. Wiratanudatar VIII pensiun sebagai Bupati Garut pada 1915, Lasminingrat pindah dari pendopo ke sebuah rumah besar di Regensweg, yang kini menjadi Yogya Department Store,” jelas Warjita.
Meskipun telah berusia lanjut, Lasminingrat tetap aktif dalam dunia pendidikan hingga usia 80 tahun. “Saat pendudukan Jepang, Sakola Kautamaan Isteri berganti nama menjadi Sekolah Rakyat (SR) dan mulai menerima siswa laki-laki. Kemudian, setelah 1950, sekolah tersebut berubah menjadi SDN Ranggalawe I dan IV, hingga akhirnya pada era 1990-an menjadi SDN Regol VII dan X,” paparnya.
Warjita juga mengungkapkan bahwa Raden Ayu Lasminingrat bukan hanya seorang pendidik, tetapi juga seorang penulis dan penerjemah.
“Beliau menerjemahkan berbagai literatur Eropa ke dalam bahasa Sunda agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat pribumi. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Tjarita Erman (1875), sebuah terjemahan dari karya Christoph von Schmid,” ujarnya.
Selain itu, Lasminingrat juga menerbitkan buku Warnasari Jilid I pada 1876 dan Warnasari Jilid II pada 1887.
Baca Juga:SMKN 1 Garut Kolaborasi dengan Fave Hotel mengadakan Pelatihan Table Manner untuk Siswa71 Tim Kesebelasan Asal Garut Ikuti Turnamen Piala Koni 1, Tahun 2025
“Buku ini adalah hasil adaptasi dari cerita-cerita Grimm dan J.A.A. Goeverneur. Dengan menerjemahkan literatur Eropa ke dalam bahasa Sunda, Lasminingrat ingin menanamkan nilai rasionalisme di tengah masyarakat pribumi yang saat itu masih dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional,” jelas Warjita.