GARUT – Ketua Umum Gerakan Pemuda Mahasiswa Peduli Bangsa (GPM-PB), Taofikrofie, angkat suara terkait kembali viralnya video seorang nenek yang mengklaim kepemilikan lahan sumber air Cipicung.
Ia menilai bahwa persoalan ini tidak bisa dipahami hanya dari potongan video atau narasi media sosial, melainkan harus ditelaah secara menyeluruh berdasarkan dokumen resmi, sejarah proyek, serta proses hukum yang telah berjalan puluhan tahun.
Menurut Taofikrofie, penyelesaian persoalan tersebut memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan rangkaian fakta sejak pembangunan sumber air pada tahun 1989. Tanpa itu, ia khawatir publik akan tersesat oleh narasi yang berseliweran di media sosial.
Baca Juga:Persigar Berhasil Melangkah ke Putaran Nasional Liga 4Tiga Shio Ini Paling Beruntung Besok 23 November 2025! Rezeki Berlimpah dan Kebahagiaan
“Semua harus dilihat secara utuh, bukan potongan-potongan. Narasi hari ini cenderung hanya memotret kondisi sekarang, tanpa menghadirkan gambaran menyeluruh,” ujarnya.
Ia memaparkan sejumlah aspek penting yang harus dipahami untuk melihat persoalan secara objektif, mulai dari sejarah proyek air bersih Cipicung, dokumen negara tahun 1989, penguasaan PDAM selama 35 tahun, peran almarhum Adun sebagai kepala desa saat proyek dibangun, hilangnya dokumen desa, berbagai proses mediasi sejak 2019, hingga putusan Pengadilan Agama Garut pada 2024.
Ia menegaskan bahwa proyek pembangunan sumber air Cipicung merupakan proyek pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dalam program Water Supply Sector Project in West Java (1989), yang kemudian dikelola PDAM sebagai penerima manfaat. Ia menyebut sejumlah dokumen teknis seperti Preliminary Report on Catchment and Water Resource Protection (1989), Appendix II, Appendix II.18.1 dan 18.2, serta dokumen pelatihan teknis Unit IKK tahun 1992, yang secara jelas menyatakan bahwa sumur bor tersebut diperuntukkan bagi penyediaan air bersih masyarakat.
“Ini program negara untuk rakyat. Bukan aset pribadi. Jadi siapa pun yang membahas persoalan ini harus mengacu pada dokumen awalnya,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa PDAM telah menguasai lahan tersebut secara terbuka sejak 1989 tanpa keberatan apa pun dari almarhum Adun, yang saat itu menjabat Kepala Desa Cipicung. Hal ini, menurutnya, menjadi fakta penting yang sering hilang dalam narasi publik hari ini.
“Tidak ada penolakan selama almarhum masih hidup. Informasi ini penting agar pemahaman publik tidak sepotong,” tuturnya.
