Kebijakan Larangan Menahan Ijazah Dinilai Tak Realistis, Sekolah Swasta Garut Kewalahan Hadapi Tunggakan

Kebijakan Larangan Menahan Ijazah Dinilai Tak Realistis
Kebijakan Larangan Menahan Ijazah Dinilai Tak Realistis. (Rizka/Radar Garut)
0 Komentar

GARUT – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi beberapa waktu yang lalu meluncurkan kebijakan terkait larangan menahan ijazah untuk siswa di sekolah SMK/SMA swasta di Jawabarat yang masih menunggak, dan rencananya tunggakan siswa tersebut akan dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Sekolah SMK Ma’arif Garut, Entep Zaki mengatakan bahwa kebijakan dari KDM terkait larangan menahan ijazah tersebut tidak berlaku untuk sekolah swasta.

Menurutnya, harus ada kesepakatan antara orangtua dan pihak sekolah, karena jika tidak kebanyakan orang tua tidak mau membayar iuran apapun, karena menganggap gratis atau dibayarkan oleh Pemprov Jawa Barat.

Baca Juga:Masih Bingung Cari Sarapan? Warmob di Jalan Ibrahim Adjie Jadi Pilihan Tempat Sarapan Hits di Garut!Hujan Sepanjang Hari! Prediksi Cuaca Seluruh Kecamatan di Garut Akan Diguyur Hujan, Waspada Terhadap Bencana

“Itu kan sudah dibahas bahwa itu tidak berlaku untuk kami sekolah swasta, kenapa eksesnya sekarang jika kami tidak membuat kesepakatan dengan orang tua atas kewajiban orang tua untuk membayar, akhirnya sekarang karena dianggap ijazah itu gratis, akhirnya orang tua pada tidak bayar iuran atau biaya apapun,” ujarnya saat dikonfirmasi di ruangan Kepsek SMK Ma’arif Garut belum lama ini.

Entep mengatakan, bahwa pihak SMK sudah mensosialisasikan terkait ijazah itu segera diambil oleh orang tua, namun dengan persyaratan harus membuat Surat Pernyataan Hutang (SPH).

“Karena kita sudah sosialisasikan kalau yang mau ngambil silahkan, tapi dengan persyaratan bahwa orang tua itu membuat pernyataan hutang, karena hutang itu tidak bisa dihapuskan. Itu harus dipertimbangkan oleh pemerintah, terutama dalam hal ini gubernur,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, bahwa saat ini ijazah siswa yang masih berada di sekolah itu sekitar 80 persen karena para orangtua tidak mau membuat SPH, sementara untuk 20 persen sudah diambil oleh orangtua dengan catatan sudah membuat SPH.

“Nah yang berada sekarang di sekolah kami, 80 persen itu yang masih ada di sekolah, karena mereka orang tua pada saat di minta untuk membuat surat pernyataan hutang, pada nggak mau. Tapi yang 20 persen sudah, dengan kondisi tu sudah terambil oleh orangtua dan siswa, termasuk mereka berani membuat surat pernyataan hutang,” jelasnya.

Untuk tunggakan para siswa di SMK Ma’arif Garut, kata Entep dari sejak tahun 1996 (angkatan pertama) hingga tahun 2024 tercatat diangka Rp1,4 M.

0 Komentar