Indonesia baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke-80. Namun, di balik perayaan yang meriah di berbagai tempat, Masyarakat dikejutkan dengan hadiah menyakitkan: kasus dugaan korupsi Wakil Menteri Ketenagakerjaan dalam praktik jual-beli sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang ditengarai sampai 80an Miliar.
Kasus ini Adalah “kegilaan” lain yang dipertontonkan pejabat publik negeri ini karena lagi-lagi bukan hanya karena ia melibatkan pejabat tinggi, melainkan karena menyangkut aspek paling mendasar dalam kehidupan manusia: keselamatan kerja.
Selain itu, menyangkut hak buruh yang bahkan dalam keadaan haknya masih jauh terpenuhi, mereka harus membayar enam sampai dua belas juta rupiah untuk biaya sertifikat yang sebetulnya hanya dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah.
Baca Juga:Cara merawat ikan hiasJenis jenis ikan hias
Sekilas kita melihat sebagai korupsi “biasa”, satu dari sekian ratus kasus yang menambah daftar panjang penyakit kronis bangsa. Tetapi bila ditelisik lebih jauh, kasus sertifikat K3 ini sesungguhnya bukan sekadar korupsi. Ia adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mengapa Kasus Ini adalah Kejahatan terhadap Kemanusiaan?
Sertifikat K3 bukan dokumen administratif belaka. Ia adalah bukti kepatuhan perusahaan terhadap standar keselamatan, sebuah syarat agar para pekerja dapat mencari nafkah tanpa harus mempertaruhkan nyawa setiap harinya. Di balik selembar sertifikat itu, tersimpan hak dasar manusia: hak untuk hidup dan bekerja secara aman.
Korupsi dalam proses penerbitan sertifikat berarti memperjualbelikan keselamatan itu sendiri. Setiap rupiah suap yang diterima sama artinya dengan membiarkan potensi kecelakaan fatal terjadi di pabrik, tambang, proyek konstruksi, hingga ruang-ruang kerja yang sarat risiko. Bayangkan, nyawa pekerja ditukar dengan amplop uang.
Nahasnya, amplop uang itu berasal dari perasan keringat buruh yang sangat berat membayarnya. Para koruptor dalam kasus ini seperti tutup mata kalau mereka mendapatkan puluhan miliar pemuas nafsu keinginan mereka atas kemewahan hidup dari keringat buruh yang hampir mati dibuatnya. Bukankah itu bentuk eksploitasi berat terhadap manusia? Inilah mengapa kasus ini jauh melampaui kategori tindak pidana korupsi biasa. Ia telah menjelma menjadi pelanggaran HAM, sebab hak atas keselamatan kerja selain diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hak tersebut juga telah dijamin dalam UUD 1945. Hak untuk hidup , bekerja, dan memperoleh perlindungan yang layak juga sudah dijamin dan diatur dalam UU HAM No. 39 Tahun 1999. Undang-undang ini menegaskan bahwa setiap orang berhak mempertahankan hidupnya, memilih pekerjaan yang layak, memperoleh imbalan yang adil, serta mendapatkan jaminan sosial yang diperlukan untuk hidup bermartabat. Artinya, negara berkewajiban memastikan lingkungan kerja yang aman, bukan justru menggadaikannya melalui praktik korupsi.