Penerima Bantuan Diduga Dipungli Oknum Pegawai Disdik, Angkanya 15 Persen Dari Total Bantuan

istimewa
Ilustrasi Pungli
0 Komentar

GARUT – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) menimpa sejumlah lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) penerima bantuan revitalisasi di Kabupaten Garut. Para pengelola sekolah dilaporkan merasa keberatan atas permintaan setoran uang sebesar 15 persen dari nilai bantuan yang mereka terima.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, uang tersebut diminta oleh oknum yang mengatasnamakan Dinas Pendidikan Garut. Setoran uang itu sebagai pelicin agar sekolah bisa mendapatkan bantuan di masa depan.

Diketahui, program Revitalisasi Satuan PAUD Tahap 2 Tahun 2025 merupakan bantuan dari pemerintah pusat melalui Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Di Garut, beberapa sekolah tingkat Taman Kanak-kanak (TK) seperti TK Al Kautsar, TK Al Junaediyah, TK Aisyiah 2, dan TK Al Khoeriyah termasuk dalam daftar penerima.

Baca Juga:Baciprut Rutan Garut Raih Penjualan Terbanyak Pertama di IPPAFest 20252 Mobil Berisi Penuh Minuman Keras Ditangkap dan Diamankan Satpol PP Garut

Nilai bantuan bervariasi, mulai dari Rp200 juta hingga Rp400 juta, tergantung paket pembangunan yang didapat. Setiap lembaga, bila mengacu pada jumlah bantuan yang didapatkan, setidaknya harus menyetorkan uang puluhan juta rupiah.

Seorang pengelola sekolah yang meminta identitasnya tidak dituliskan, mengatakan bahwa besarnya bantuan yang diterima pihak sekolah berbeda. Hal tersebut tergantung paket pembangunan, mulai Rp200 juta hingga Rp400 juta.

“Ada yang dapat program pembangunan ruang UKS beserta sanitasinya, ada juga yang mendapatkan pembangunan area bermain, ruang UKS beserta perabotannya,” katanya kepada wartawan.

Menurutnya, di tengah proses pembangunan yang sedang berlangsung, pihak sekolah tiba-tiba dihubungi oleh seseorang dari Dinas Pendidikan Garut. Oknum tersebut meminta agar sekolah menyetorkan uang sebesar 15 persen dari total bantuan.

Dengan jumlah permintaan tersebut, berarti sekolah yang menerima Rp200 juta harus membayar Rp30 juta, sementara yang mendapat Rp400 juta diwajibkan setor Rp60 juta. Permintaan ini disampaikan melalui telepon atau pesan WhatsApp.

“Katanya, kalau sampai pihak sekolah tidak menyetorkan yang sesuai yang ditetapkan, maka kedepannya sekolah tersebut tidak akan pernah lagi mendapatkan bantuan,” tambahnya.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengelola sekolah. Mereka merasa tertekan dan tidak berani menolak karena takut namanya dicoret dari daftar calon penerima bantuan di masa mendatang.

0 Komentar