GARUT – Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, angkat bicara mengenai dinamika pengelolaan Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI AD yang telah berlangsung puluhan tahun.
Menanggapi berbagai keluhan dan isu yang beredar, Jenderal Maruli mengakui adanya kekurangan di masa lalu dan menegaskan bahwa saat ini pihaknya sedang berupaya melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh.
Jenderal Maruli menampik isu adanya potongan sebesar Rp2,5 juta per bulan untuk prajurit yang belum memiliki rumah. Ia menjelaskan bahwa potongan yang masuk akal tidak akan mencapai angka tersebut. “Tidak mungkin ada perbulannya itu kalau diambil 15 tahun lebih dari 2,5 juta,” tegasnya.
Baca Juga:KSAD Sebut 35 Persen Situ Bagendit Telah Bersih dari Eceng GondokParah, SP Jual Motor Hasil Curiannya 900 Ribu
Menurutnya, jika ada prajurit yang membayar cicilan sebesar itu, kemungkinan besar ada utang lain di luar TWP yang bersangkutan. Skema Baru yang Lebih Menguntungkan Prajurit
Maruli menjelaskan bahwa perbaikan sistem TWP ini bertujuan untuk mempermudah prajurit memiliki rumah dengan skema yang lebih ringan.
”Bunga kredit perumahan kini ditetapkan hanya 5% per tahun. Hal ini jauh lebih murah dibandingkan bunga pinjaman komersial pada umumnya. Pemanfaatan Tabungan sebagai DP itu, tabungan rutin prajurit yang terkumpul di TWP bisa dijadikan sebagai uang muka (DP). Langkah ini mempermudah prajurit, terutama yang memiliki tabungan rutin, untuk mendapatkan rumah tanpa harus menyiapkan dana besar di awal,” katanya.
Dengan skema baru ini, kata dia, cicilan bulanan yang harus dibayar prajurit menjadi lebih ringan. Untuk rumah seharga Rp180 juta, cicilannya hanya sekitar Rp1,2 juta per bulan. Sementara untuk rumah subsidi seharga Rp160 juta, cicilannya sekitar Rp1 juta per bulan.
Jenderal Maruli juga menekankan pentingnya akuntabilitas. Ia menyebutkan bahwa ada sekitar 4.000 prajurit yang datanya sedang diverifikasi dan akan diselesaikan secara bertahap. Jika ada pihak-pihak yang menyalahgunakan prosedur di masa lalu, termasuk untuk percepatan pencairan dana, maka akan diproses secara hukum.
”Kalau kemarin-kemarin ada miss memang ada prosedur boleh mengeluarkan uang untuk percepatan. Kalau orangnya melanggar ya kita masukan hukum. Sekarang sudah ada yang berjalan dia harus bertanggung jawab,” jelas Jenderal Maruli.