Garut – Dugaan kasus bunuh diri seorang siswa berusia 16 tahun di Garut pada Senin (14/7) memicu diskusi panas di masyarakat, terutama setelah pihak keluarga menduga penyebabnya adalah bullying. Namun, pihak SMAN 6 Garut membantah keras narasi tersebut dan menyebut persoalan akademis sebagai akar masalah.
Dua teman korban di SMAN 6 Garut, yang merupakan siswi sekelas, mengaku terkejut saat mendengar kabar meninggalnya korban. Mereka menjelaskan adanya kesalahpahaman sebelumnya ketika korban dituduh melaporkan sembilan teman sekelas yang kedapatan merokok elektrik (vape) di kelas.
“Mereka curiga bahwa korban yang melapor ke guru, karena setelah itu di kelas kita ada razia. Tapi ternyata bukan korban yang melapor,” jelas kedua siswi tersebut.
Baca Juga:Akibat Pembakaran Sampah, Mobil Ambulance Dinkes Garut Hangus TerbakarSMAN 6 Garut Bantah Isu Bullying dalam Kasus Meninggalnya Siswa
Usai tuduhan tersebut terbukti salah, beberapa teman korban bahkan sudah meminta maaf. Namun, mereka mengakui hubungan antara korban dan teman-teman sekelas sempat menjadi canggung.
Terkait isu pengeroyokan, kedua rekan korban membantahnya. Mereka mengatakan korban memang sempat didatangi dua teman yang diduga nge-vape, namun situasi langsung dilerai teman-teman lain sebelum terjadi perkelahian. Isu pengucilan di sekolah pun mereka bantah.
“Kalau kerja kelompok, kita juga selalu masukin korban ke daftar. Tapi memang tidak mengerjakan. Kalau teater juga kita selalu kasih peran utama,” ungkap mereka.
Sekolah Bantah Ada BullyingKepala SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi, membantah tegas adanya perundungan yang dialami korban di lingkungan sekolah. Menurutnya, persoalan yang sebenarnya terjadi adalah terkait ketuntasan akademis.
“Sebenarnya ini bermula karena yang bersangkutan tidak naik kelas. Disebabkan ada 7 nilai mata pelajaran itu tidak tuntas, sebelum rapat pleno penentuan kenaikan kelas, orang tua korban sudah dipanggil oleh guru BK dan wali kelas untuk membicarakan penyelesaian ketuntasan 7 mata pelajaran tersebut, dan orang tua telah menerima keputusan sekolah,” kata Dadang.
Wali Kelas korban, Yulia Wulandari, juga terkejut mendengar kabar duka tersebut. Ia membenarkan bahwa pihak sekolah berupaya agar korban tidak tertinggal dalam pelajaran.
“Kita bahkan selalu mengupayakan bagaimana caranya supaya korban tidak tertinggal dari segi pelajaran,” ungkap Yulia.