Perjalanan mereka berlanjut ke dalam hutan belantara yang lebat, di mana akar-akar pohon tinggi menghalangi jalan.
“Kami jelas gak tahu arahnya akan kemana ditambah jalan yang tertutup akar akar pohon yang tinggi, jadi terpaksa kami membuka jalan sendiri. Kami baru ingat membuka kompas karena hp cuman dipake untuk kompas aja, jadi kami mulai mencari arah dan menghabiskan satu hari penuh untuk menemukan jalan keluar. Karena kondisinya sudah pada cape, kami istirahat dulu di genangan air karena gak ada tempat lain yang menurut kami strategis cuma itu aja genangan air,” imbuhnya.
Di pagi hari berikutnya, mereka terus berjalan ke arah selatan dan kembali bertemu kanal. Beruntung, mereka bertemu dengan pencari madu.
Baca Juga:Dana Desa Tahap Pertama di Garut Sudah Seluruhnya DisalurkanPuluhan Elemen Masyarakat Gelar Mimbar Bebas di DPRD Garut, Soroti 100 Hari Kerja Bupati
“Awalnya mah saya pribadi takut orang itu pengawas dari PT, tapi pas mendekat, kami memberanikan diri untuk berteriak meminta bantuan ‘ikut ikut ikut’. Ternyata si bapak itu sudah biasa menolong pekerja yang kabur dan ngaku sudah empat kali membantu kasus seperti kami,” tambahnya.
Pencari madu membawa mereka ke kamp tempat para pencari madu berkumpul. Mereka menginap sehari di sana sebelum diantar ke perkampungan menggunakan sampan. Di perkampungan, mereka ditampung selama dua hari dua malam, mendapatkan bantuan makanan dan kebutuhan lainnya dari warga.
“Saya sama temen-temen yang lain malu pengen pulang, terus kami berkoordinasi sama ketua pemuda dan kepala dusun setempat. Lalu kami diantar ke Pelabuhan Sawit. Rencananya mereka ingin menumpang truk, namun sopir truk trauma karena pernah dibegal,” katanya.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk berjalan kaki sejauh 5 kilometer. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Kapolsek. Setiawan sempat menolak untuk dibawa ke kantor polisi karena khawatir bertemu orang dari PT. Namun, Setiawan bersama Tantan dan Raisa memutuskan untuk terus berjalan kaki dari pukul 3 pagi hingga adzan subuh.
“Singkat cerita, bantuan datang dari Dinas Sosial (Dinsos) Bandar Lampung, Banser Garut, dan dinas-dinas lainnya. Kedelapan pekerja tersebut, yaitu Setiawan (Cigedug), Yadi Setiadi (Tarogong), Eri (Tarogong), Tantan (Sukadana), Raisa (Jayaraga), Bayu (Tasik), Irwan (Cisurupan), dan satu orang lainnya, akhirnya berhasil pulang ke Garut, kecuali yang dari Cianjur, dia mah langsung pulang gak mampir dulu ke Garut,” tuturnya.