GARUT – Rencana reaktivasi jalur kereta api Garut-Cikajang yang tengah disiapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan Kementerian Perhubungan mulai menuai reaksi beragam dari masyarakat.
Salah satu kekhawatiran terbesar datang dari warga yang selama ini menempati lahan milik PT KAI. Mereka mulai cemas akan nasib hunian mereka yang terdampak kebijakan relokasi demi mendukung kelancaran program tersebut.
Bagi sebagian besar warga, rumah yang berdiri di atas lahan PT KAI bukan sekadar bangunan, melainkan satu-satunya tempat bernaung. Tidak sedikit dari mereka yang kini memutar otak, memikirkan langkah apa yang harus diambil jika rumah yang telah mereka bangun dengan susah payah itu benar-benar harus dibongkar.
Baca Juga:Akibat Korsleting Listrik dari TV, Rumah Permanen di Desa Mekarwangi TerbakarImas, Pejuang Keluarga yang Setia Menjual Pepaya Tetangga
Salah satunya Hendra, warga Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut. Ia mengaku was-was atas nasib rumah yang telah lama ia tempati, yang berdiri di atas tanah milik PT KAI. Hendra berharap, apabila relokasi tidak dapat dihindari, kompensasi yang diberikan nantinya bisa mempertimbangkan nilai bangunan yang telah ia investasikan, bukan sekadar mengacu pada ukuran luas lahan.
“Setiap rumah itu dibangun dengan nilai yang berbeda, sesuai dengan kondisi keuangan dan kebutuhan pemiliknya. Kalau hanya berdasarkan luas tanah, belum tentu cukup untuk membangun rumah kembali,” ungkap Hendra rABU (23/4).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa masyarakat tidak menentang pembangunan, tetapi berharap kebijakan yang diambil bisa adil dan manusiawi. Menurut Hendra, program reaktivasi jalur kereta memang memiliki sisi positif, tapi pemerintah juga seharusnya tidak hanya fokus pada kelancaran proyek, melainkan juga serius memikirkan dampak sosial bagi warga yang terdampak.
Di sisi lain, Hendra juga meragukan efektivitas reaktivasi jalur Garut-Cikajang dalam memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Menurutnya, kawasan tersebut sebenarnya tidak begitu mendesak untuk layanan kereta api dalam konteks mobilitas harian.
“Kalau tujuannya hanya untuk transportasi, saya rasa kurang tepat. Jalur Garut-Cikajang tidak terlalu krusial untuk kebutuhan transportasi warga. Namun jika tujuannya untuk mengangkat sektor pariwisata, tentu butuh strategi khusus supaya benar-benar berdampak,” jelasnya.
Hendra menambahkan, agar jalur ini bisa berdampak signifikan bagi pariwisata, seharusnya rute yang dirancang tidak berhenti hanya di Cikajang. Ia mengusulkan agar jalur kereta bisa diperluas hingga ke daerah Pameungpeuk yang kaya akan destinasi wisata.