Garut – Di balik hiruk-pikuk keseharian Garut yang penuh lalu lalang, ada sosok sederhana yang diam-diam mengajarkan kita tentang arti ketulusan dan ketangguhan hidup. Abah Asep, pria berusia 70 tahun asal Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul, setiap hari menyusuri jalan demi jalan, memunguti rongsokan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Di usia yang seharusnya menjadi masa beristirahat, menikmati hari tua bersama keluarga dalam kehangatan, Abah Asep justru mengisi hari-harinya dengan berjalan kaki menyusuri rute yang hampir sama setiap hari, dari Tarogong, Alun-alun, Jalan Pembangunan, pertigaan Maktal, hingga bundaran Lewidaun.
Rongsokan yang Abah Asep kumpulkan, mulai dari botol plastik, kardus bekas, hingga barang logam ringan, ia jual langsung ke pengepul di daerah Gordah. Dari setiap kilogram barang bekas, ia hanya mendapatkan bayaran sekitar Rp1.500.
Baca Juga:Semarak Hari Kartini, DPC PDI Perjuangan Garut Gelar Lomba Masak Pangan Lokal dan Donor DarahBupati Garut Angkat Bicara Soal Kasus Pelecehan Seksual, Masyarakat Harus Tahu dan Waspada Sejak Dini
Dalam sehari, penghasilannya tak menentu. Kadang bisa membawa pulang Rp15.000 hingga Rp20.000 jika rezeki sedang berpihak. Namun di hari-hari sepi, bahkan 3 kilogram pun sulit ia kumpulkan.
” Ya uang nya mah sehari bisa dapet 15/20 RB an a, biasanya sehari kalo lagi ada bisa dapet 10 kilo an, kalo lagi dikit mah 3 kilo an lah, 1 kilo harganya 1.500 an,” katanya.
Bantuan yang Pernah Ada, Kini Menghilang
Abah Asep sempat merasakan uluran tangan lewat bantuan sosial pemerintah. Program Keluarga Harapan (PKH) yang dulu sempat menjadi andalan, kini entah kenapa tak lagi ia terima. Meski begitu, ia tetap tegar menjalani hidup, tanpa keluh berlebihan, meski di balik senyum sabarnya jelas tersimpan harapan.
“Tidak ada a bantuan mah, dulu mah pernah ada, PKH juga dulu mah ada, tapi sekarang mah ya ga ada a, gatau kenapa,” tutupnya.
Kisah hidup Abah Asep mengingatkan bahwa di balik kemajuan zaman, masih banyak pejuang kehidupan yang bertahan dalam sunyi, tanpa pamrih, dan tanpa sorotan.
Di usia yang rentan dan lelah, ia tetap melangkah, membawa kantong-kantong penuh rongsokan sebagai bukti perjuangannya demi sesuap nasi.
Semoga kisah Abah Asep mengetuk hati kita semua untuk lebih peka terhadap sekitar, berbagi ketika mampu, dan menghargai setiap jengkal kerja keras yang seringkali luput dari perhatian.(rizka)