MAGELANG – Di tengah naik-turunnya harga pangan, ada satu nama yang layak jadi inspirasi: Didik Heriantoro, warga Kabupaten Magelang. Dia bukan petani biasa, tapi pionir budidaya ikan nila dengan sistem bioflok, cara cerdas yang bisa jadi solusi ketahanan pangan masa depan.
Cerita Didik ini terungkap lewat kanal YouTube @Capcapung. Kisahnya sangat menginspirasi. Tidak seperti petani ikan pada umumnya yang masih pakai kolam konvensional, Didik justru nekat berinovasi dengan teknologi bioflok. Hasilnya? Efisiensi pakan naik, pengeluaran turun, dan panen tetap mantap!
Kenapa Bioflok? Ini Dia Keuntungannya
Menurut Didik, sistem bioflok itu luar biasa karena bisa menghemat pakan hingga 30%. Bayangkan saja, biasanya pakan jadi komponen biaya paling besar dalam budidaya ikan. Tapi dengan sistem ini, air dan lingkungan kolam direkayasa sedemikian rupa supaya bisa menghasilkan pakan alami.
Baca Juga:GMNI Soroti Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Garut, Aurely: Ini Tragedi KemanusiaanPuan Maharani: Pemerkosaan oleh Dokter PPDS Adalah Pengkhianatan Serius Dunia Medis
Lebih dari sekadar hemat, bioflok juga mempermudah proses pemeliharaan. Tidak perlu gonta-ganti air, tidak butuh lahan luas, dan cocok sekali untuk petani kecil yang ingin tetap produktif meski modal terbatas.
Menurut Didik, tingginya harga ikan di pasar karena faktor mahalnya pakan, sehingga peternak menjual ikan dengan harga mahal. Nah, dengan menekan biaya produksi dari pakan, maka hasil panen bisa dijual dengan harga terjangkau di masyarakat.
Berangkat dari Keprihatinan Soal Pangan
Didik tidak cuma asal coba-coba. Semangatnya tumbuh dari keprihatinan terhadap tingginya harga ikan di pasar. Indonesia ini negara agraris dan maritim, tapi menurutnya masyarakat masih sulit mendapatkan ikan dan harganya mahal.
Dari situlah ia mulai bergerak. Dia bentuk kelompok tani, mulai eksperimen dengan sistem bioflok, dan terbukti berhasil. Lewat metode ini, harga produksi bisa ditekan dan hasil panennya pun berkualitas.
Sistem Canggih Tapi Merakyat
Sistem bioflok mungkin terdengar canggih, tapi intinya sederhana: rekayasa air dan mikroorganisme untuk mendukung pertumbuhan ikan. Di tempat Didik, fokus utamanya adalah pembesaran ikan nila. Proses ini lebih ramah lingkungan, lebih hemat air, dan tentunya lebih ramah di kantong.
Langkah Didik bisa jadi role model buat banyak orang, terutama BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) yang saat ini tengah dipacu pemerintah untuk program ketahanan pangan. ***