JAKARTA – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Dalam beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan seksual yang melibatkan civitas akademika terus bermunculan dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat. Mulai dari dosen hingga mahasiswa, tidak sedikit yang terjerat kasus yang merusak marwah institusi pendidikan tinggi.
Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan terungkapnya kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap pendamping pasien di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Peristiwa ini terjadi saat pelaku sedang menjalani masa residensi, dan kini kasusnya tengah diproses oleh pihak berwenang.
Sebelumnya, seorang guru besar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) juga terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya. Dua kasus ini menjadi puncak dari kekhawatiran publik akan maraknya kekerasan seksual di lingkungan akademik, yang seharusnya menjadi ruang aman dan kondusif untuk belajar serta berkembang.
Baca Juga:Warga Garut Geram, Bocah 5 Tahun Diduga Jadi Korban Pencabulan oleh Keluarga SendiriPelantikan CPNS dan PPPK di Garut Segera Dilakukan Jika Sudah Ada Lampu Hijau dari Pusat
Menanggapi kondisi tersebut, Deputi Bidang Kesetaraan Gender di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Amurwani Dwi Lestariningsih, menyerukan penguatan pencegahan kekerasan seksual di kampus. Ia meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk segera mengambil langkah konkret.
“Kita mendorong Kemendiktisaintek (terkait pencegahan kejadian kekerasan seksual). Kita sudah berkoordinasi terus dengan Dikti,” kata Awmurwani ketika ditemui di Kantor KemenPPPA, Jakarta, 8 April 2025, dikutip dari disway (Grup Radar Garut).
Salah satu langkah yang tengah disiapkan adalah menjadikan edukasi tentang kekerasan seksual sebagai bagian dari materi wajib dalam orientasi mahasiswa baru. Dalam kerja sama yang tengah difinalisasi bersama Kemendiktisaintek, setiap mahasiswa nantinya akan dibekali pemahaman tentang batasan interaksi, bentuk kekerasan seksual, serta sikap yang tidak dapat ditoleransi di lingkungan kampus.
“Bahkan ini kita juga sedang membuat MoU dengan (Kemen) Dikti untuk yang mahasiswa baru itu akan mendapatkan materi-materi terkait dengan apa sih, kekerasan seksual. Apa, sih, yang nggak boleh dan yang boleh. Itu sedang kita kerjasamakan dengan Dikti juga,” paparnya.
Dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru, pihaknya bersama manajemen kampus akan menyosialisasikan Undang-Undang Kekerasan itu kepada para mahasiswa.