GARUT – Serikat Buruh Manunggal Garut (SBMG) serta Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) mengikuti audiensi dengan Komisi 4 DPRD Garut di Aula DPRD Garut Senin (10/2).
Audiensi tersebut juga dihadiri Ketua DPRD Garut Aris Munandar, Ketua Komisi 4 DPRD Garut Asep Rahmat beserta anggota, Wasnaker Provinsi dan UPT Wilayah 5, Kadisnakertrans Garut Muksin dan jajarannya.
Bendahara SMBG Dewi Sulastri menyampaikan, audiensi ini adalah dalam rangka menyampaikan terkait dugaan pemotongan upah sejumlah karyawan di PT Danbi Internasional Garut sebesar 35%.
Baca Juga:Disnakertrans Garut Sebut UMK 2025 Sudah Diterapkan oleh Perusahaan Skala Menengah ke AtasBantuan Vaksin Gratis untuk Cegah PMK Tiba di Garut, 200 Lebih Ternak Sedang Sakit
“Kami mengadukan tentang pemotongan upah yang telah terjadi di PT Dandi Internasional,” ujarnya saat diwawancarai di Aula DPRD, Senin (10/2).
Dewi mengatakan, awalnya soal upah tidak ada masalah, namun diduga setelah terjadinya peralihan saham, terjadi masalah seperti ini.
“Agenda tersebut saya memaparkan tentang kronologis yang terjadi di perusahaan kami tersebut. Perusahaan kami tersebut awalnya baik-baik saja, tapi. Hal tersebut terjadi setelah peralihan saham,” katanya.
Sepengetahuan dirinya, PT Danbi Internasional sendiri sempat berganti nama beberapa kali .
“Danbi berdiri dari tahun 1987 sampai sekarang. Awalnya bernama PT. Surya Indah. Lalu berganti nama menjadi Surya Garut Indah. Dan bergantilah nama lagi menjadi PT. Danbi Internasional, di akuisisi atau di kepemilikannya berganti ke PT. Dao Hongkong. Mulanya terjadi itu pergantian kepemilikan tahun 2022, tanggal 25 April, awalnya masih baik-baik saja,” jelasnya.
“Tetapi di awal tahun 2024 perusahaan menerapkan perjanjian bersama tersebut. Karena kebodohan kami, kami menandatangani dengan alasan berbagai macam. Kami tidak langsung menandatangani. Tentunya kami menolak dulu. Karena berbagai pertimbangan yang kita pikirkan dari perusahaan dan lain sebagainya. Keanggota juga, pertanggungjawan, kita jalankan. Yang menjadi masalah setelah PB1 berakhir, PB2 berlangsung, ada lagi PB lanjutan. Nah, yang jadi masalah itu kita di PB yang kedua tidak menandatanganinya. Tetapi upah kita tetap dipotong. Itu mungkin yang menjadi permasalahannya,” tambahnya.
Menurut Dewi, ketika terjadi pemotongan pihaknya terus berjuang dan berusaha melaporkan kepada dinas terkait, karena bagi mereka upah adalah hak dari seorang pekerja, hak yang tidak bisa dinegosiasikan.