GARUT – Putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan masa jabatan kades banyak diperbincangkan di tengah masyarakat. Banyak pula yang salah paham terhadap putusan MK tersebut. Karena ada yang mengira bahwa dengan putusan MK itu, bahwa perpanjangan masa jabatan kades menjadi 8 tahun itu dibatalkan.
Diantaranya warga Kabupaten Garut juga ada yang menyangka jika dengan putusan MK tersebut diartikan sebagai pembatalan perpanjangan masa jabatan kades.
Jika mengutip dari website resmi Mahkamah Konstirusi (MK), putusan tersebut tidaklah membatalkan revisi undang-undang desa yang telah diterbitkan Pemerintah. Artinya, masa perpanjangan kades menjadi 8 tahun tetap berlaku dan menjadi aturan yang sah dari pemerintah, khususnya bagi kades yang masa jabatan habis pada bulan Februari 2024.
Baca Juga:Warga Cibatu Minta Jalan Ampera Dekat Stasiun KAI Segera DiperbaikiTumpukan Sampah di Jembatan Cinunuk Wanaraja Membuat Warga Kesal
Adapun putusan MK terkait masa jabatan kades ini menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi pasal 118 huruf e Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Sebagaimana yang telah disampaikan dalam yang digelar di MK pada Jumat (3/1/2025).
Pasal yang dimaksud mengatur tentang perpanjangan masa jabatan kepala desa yang masa jabatannya berakhir pada Februari 2024. Permohonan diajukan oleh Muhammad Asri Anas selaku Ketua Umum Perkumpulan Asosiasi Desa Bersatu, bersama tiga kepala desa yaitu Muhadi, Arif Fadillah, dan Wardin Wahid.
“Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Hakim Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 107/PUU-XXII/2024.
Permohonan tersebut tidak bisa diterima karena dianggap telah kehilangan objek. Sebab norma yang sama telah diputus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XXII/2024. Dalam putusan ini, MK mengabulkan sebagian permohonan terkait pasal tersebut. Dengan begitu, maka objek permohonan dalam perkara Nomor 107/PUU-XXII/2024 telah memiliki pemaknaan baru yang berlaku sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XXII/2024 diucapkan.
“Dengan demikian, permohonan para Pemohon berkenaan dengan norma a quo haruslah dinyatakan telah kehilangan objek,” kata Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan.
Meski kehilangan objek, Majelis Hakim Konstitusi tetap menyoroti adanya permasalahan faktual yang berkaitan dengan pengisian jabatan kepala desa. MK meminta supaya masalah tersebut segera diselesaikan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.