Pura-pura Wawancara Taktik Marketing Politik Pejabat

Muhamad Erfan
Muhamad Erfan (Penulis)
0 Komentar

Pura-pura wawancara yang diduga dilakukan Joko Widodo belakangan ini ramai diperbincangkan. Sejumlah media menarasikan itu karena pada sesi wawancara Jokowi terdapat ada beberapa orang seperti melakukan wawancara layaknya wartawan media namun tidak seperti biasanya, tidak terlihat dalam perangkat pewawancara ada logo atau tulisan nama media mainstream satu pun.

Tidak hanya itu, rekan-rekan jurnalis desk istana pun banyak yang tidak tahu agenda atau momentum wawancara tersebut. Dampaknya banyak pihak termasuk wartosan desk istana mengira itu settingan atau gimmick.

Pura-pura wawancara sebetulnya juga pernah atau mungkin sering dilakukan oleh pihak lain (diluar Jokowi), termasuk politisi atau pejabat. Termasuk oleh pejabat di lingkungan pemerintah daerah dan ini sudah diketahui rekan-rekan di lapangan yang biasa beraktivitas di lingkungan pejabat.

Baca Juga:Berebut Undecided  dan Swing Voters, Suara "Tak Bertuan" Tentukan Kemenangan di Pilkada GarutBlusukan Jokowi Masih Jadi Benchmark Komunikasi Politik Para Kandidat di Pilkada

Namun ini memang ada yang diagendakan oleh tim Hubungan Masyarakat (Humas) atau Tim Komunikasinya untuk menyebarkan isu-isu yang diagendakan.

Pegawai Negeri Sipil yang bekerjasama sebagai tim rilis atau dokumentasi melakukan peran Seperti wartawan dengan mewawancara pejabat, hasilnya kemudian dishare di grup Whatsapp Rilis Humas pemerintahan yang isinya wartawan, nanti wartawan ada yang melansir pernyataan tersebut, rewrite atau mengolah menjadi berita dalam format gambar atau video.

Bedanya dengan wartawan asli, mereka bertanya sesuatu tapi sudah disetting, ketika demikian sudah barang tentu jawabannya pun sudah disiapkan.

Ini tentu relevan dengan Teori Agenda Setting, dimana untuk mewujudkan keinginan tertentu dari pihak berkepentingan mereka menggunakan media untuk mengagendakan opini publik sesuai dengan yang diinginkan.

Narasi yang didistribusikan nantinya diharapkan bisa mendukung agenda politik pejabat sesuai dengan apa yang diharapkan, apakah outputnya itu pencitraan, rasa percaya dari publik terhadapnya.

Satu sisi dalam konteks Kehumasan untuk menyebarkan informasi dalam rangka membangun opini publik sebagaimana dengan apa yang diinginkan merupakan hal yang lumrah.

Namun, tidak tepat jika disisipkan kebohongan atau hoax dengan informasi bahwa ini wawancara media padahal bukan.

Baca Juga:Tren Repost Instastory dalam Strategi Pencitraan PolitisiPilgub Jakarta : Big Match Rasa Friendly Match, Narasi Politik di Gelanggang Masih Landai

Jika berbohong dengan melakukan gimmick wawancara oleh wartawan media padahal bukan ini berbenturan dengan kode etik jurnalistik, karena jurnalis media itu harus berintegritas.

0 Komentar