Pilgub Jakarta : Big Match Rasa Friendly Match, Narasi Politik di Gelanggang Masih Landai

Muhamad Erfan (Penulis)
Muhamad Erfan (Penulis)
0 Komentar

Kapitalisasi “Narasi” Dukungan Politik Jokowi Prabowo oleh Kandidat dalam Komunikasi Politik di Pilgub Jakarta

Pertarungan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta periode ini agak sedikit unik, dua dari tiga calon yang maju yakni Pasangan Cagub Cawagub Ridwan Kamil dan Suswono, Pramono Anung dan Rano Karno sejauh ini menarasikan dekat dengan penguasa dalam artian Pemin Pemerintah Pusat.

Kang Emil – Suswono sebetulnya jelas wajar jika selalu membawa nama Prabowo dan keberlanjutan Jokowi karena diusung KIM Plus.

Baca Juga:Homogenisasi Informasi dalam Ekosistem Grup Media Kian Marak, Untungkah Publik?

Ekspektasi awal kita mengira akan terjadi polarisasi narasi antara pro kekuasaan hari ini (dalam artian kubu presiden yang berkuasa maupun kubu presiden terpilih pada Pilpres 2024), namun seiring berjalannya waktu Pramono – Rano pun tidak jarang membawa narasi yang mengesankan diendorse penguasa di tingkat pusat.

Tercermin dalam banyak kesempatan, terutama Pramono Anung sering kali menarasikan ia diizinkan Jokowi untuk maju di Pilgub Jakarta, dukungan parpol lawan (yakni KIM Plus) kepada Pramono – Rano, bahkan belakangan justru narasi tidak bertentangan dengan Anies Baswedan pun tidak begitu terlihat.

Padahal kesan yang tergambar sebelumnya adalah Kang Emil – Suswono dari Koalisi Indonesia Maju Plus yang diasumsikan publik di belakangnya adalah Jokowi dan Prabowo dan bersebrangan dengan Anies Baswedan.

Pun demikian dengan pasangan Pramono – Rano yang menjadi lawannya kubu KIM Plus di Pilgub Jakarta karena ada di gerbong PDI-Perjuangan yang kita tahu kondisi sekarang bersebrangannya Presiden Jokowi dan Ibu Megawati yang tercermin dalam Pilpres 2024, tidak terdengar ia kontra dengan Prabowo dan Jokowi.

Banyak faktor menjadi sebab, salah satunya Pramono Anung yang dikenal dekat dengan Jokowi karena sudah satu periode lebih di rezim pemerintahan.

Atau ini mungkin bagian dari strategi mengeruk suara basis suara lebih luas dengan mengkapitalisasi narasi Politik pro atau didukung Jokowi maupun Prabowo oleh Kandidat dalam Komunikasi Politik di Pilgub Jakarta.

Fenomena unik karena baru kali ini seolah tidak terlalu terlihat polarisasi antara pemerintah dan oposan pemerintah. Beda dengan Pilgub 2018 Anies Ahok.

Baca Juga:

Sisi positifnya mungkin narasi tersebut tidak akan terlalu membawa Publik dalam polarisasi yang begitu tajam, namun di sisi lain jika mengurangi daya kritis yang membangun tentu akan membuat prosesi pertarungan adu gagasan kurang greget.

0 Komentar