Perahu Hanya Bersandar di Tepian Imbas Harga Tiket Naik, Wisata Tanjung Duriat Mulai Ditinggal Pengunjung

Kondisi perahu yang bersandar di tepian imbas harga tiket naik ditinggal pengunjung
Kondisi perahu yang bersandar di tepian imbas harga tiket naik ditinggal pengunjung.
0 Komentar

RADARGARUT.ID – Sejumlah pelaku usaha di beberapa kawasan wisata mulai sepi pengunjung, termasuk Tanjung Duriat, Pajagan, Kabupaten Sumedang, mulai merasakan dampak penurunan jumlah pengunjung sejak adanya penyesuaian harga tiket masuk ke area Jatigede.

Sebut saja Asep (45) salah satu warga, termasuk pengelola perahu wisata yang biasa melayani pengunjung untuk menikmati panorama waduk dari atas air.

Asep mengaku, penghasilannya merosot tajam dalam beberapa bulan terakhir. Jika sebelumnya ia bisa mengantongi pendapatan hingga Rp500 ribu per hari, kini hasil yang diperoleh bahkan tak mencapai Rp30 ribu.

Baca Juga:Status Tanggap Darurat Garut Diperpanjang hingga 23 Desember 2025Jelang Akhir Tahun, Pendaftaran KIS dan BPJS di Leuwigoong Garut Ditutup Sementara

“Kadang cuma dapat Rp25 ribu, atau malah enggak sama sekali. Padahal biaya hidup untuk yang di rumah untuk makan, sama kebutuhan lainya” katanya.

Ia menjelaskan, sebelum kenaikan tarif, tiket masuk hanya dibandrol Rp5.000 dihitung termasuk parkir.

Sehingga wisatawan dari berbagai daerah sering berdatangan karena dengan harga terjangkau banyak wisatawan yang berbondong bondong untuk menikmati keindahan waduk menggunakan perahu.

Menurutnya, banyak di antara mereka kemudian menawar harga untuk naik perahu, membuat perahu-perahu milik warga selalu bergerak membawa tamu setiap hari.

Namun kini, tiket masuk dipatok Rp25.000 dan membayar langsung ke pengelola, tarif perahu ditetapkan Rp20.000, belum termasuk potongan pajak untuk tiket masuk dikarenakan pengelola dan pelaku usaha perahu berbeda.

“Dengan harga segitu, banyak orang mikir dua atau tiga kali mau datang. Hanya waduk seperti ini saja sudah dikenai harga tinggi,” keluhnya.

Seorang wisatawan berinisial A juga menyebut bahwa perahu wisata kini kebanyakan hanya beroperasi saat akhir pekan, meski ada kebijakan bahwa setiap hari minimal dua perahu harus stand by. Kondisi itu membuat warga yang menggantungkan hidup pada jasa perahu semakin kesulitan.

Baca Juga:Kesbangpol Garut dan Forkopimda Matangkan Antisipasi Bencana dan Pengamanan NataruDiskanak Garut Upayakan Olahan Susu Sapi Masuk Program MBG

Tak hanya pengelola perahu, pemilik warung di sekitar kawasan wisata pun terdampak. Menurut Asep, penurunan pengunjung membuat pendapatan warung turun drastis, terlebih wisatawan sering diarahkan untuk makan di kafe milik pengelola dengan iming-iming diskon.

“Warung-warung masyarakat jadi makin sepi, padahal dulu bisa ramai setiap hari,” ujarnya.

0 Komentar