BANDUNG – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyampaikan apresiasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Bandung atas langkah majelis hakim yang mengabulkan permohonan restitusi bagi korban dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan dokter Priguna Anugrah Pratama.
Dalam putusannya, majelis hakim mewajibkan pelaku membayar restitusi kepada tiga korban dengan total Rp137 juta, sesuai hasil perhitungan dari LPSK.
Selain itu, hakim juga menjatuhkan vonis 11 tahun penjara terhadap pelaku, meskipun sebelumnya telah ada kesepakatan perdamaian antara pelaku dan korban.
Baca Juga:Dinkes Garut Ungkap 5.300 Warga Terpapar TBC, Termasuk 1.200 Anak TerinfeksiTahun 2026, Rekontruksi dan Pembangunan Jalan Baru di Garut Dipastikan Tidak Ada
Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati, menyebut putusan ini menunjukkan komitmen majelis hakim dalam menegakkan prinsip keadilan restoratif dan memberikan ruang pemulihan yang nyata bagi korban.
“LPSK mengapresiasi majelis hakim yang telah mempertimbangkan hak-hak korban secara utuh, tidak hanya menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku, tetapi juga mengakomodasi pemulihan korban melalui restitusi. Apresiasi ini kami berikan karena restitusi tetap dikabulkan meskipun korban sebelumnya telah menerima uang kerahiman,” ujar Nurherwati.
Ia menilai, langkah hakim tersebut memperlihatkan keberpihakan terhadap korban, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang menempatkan korban sebagai subjek hukum yang berhak atas pemulihan.
“Keputusan hakim yang mengakomodasi restitusi ini memperlihatkan keberpihakan terhadap korban, sekaligus menegaskan bahwa pemulihan adalah bagian dari keadilan yang substantif,” tambahnya.
Pemulihan Jadi Bagian dari Keadilan
Menurut LPSK, restitusi merupakan bentuk tanggung jawab pelaku terhadap penderitaan korban, baik secara ekonomi, psikologis, maupun sosial. Restitusi dianggap sebagai wujud konkret dari upaya pemulihan dan pengakuan terhadap kerugian yang dialami korban.
Berdasarkan hasil penilaian LPSK, terdapat tiga korban yang memperoleh restitusi dalam kasus ini, yakni FH sebesar Rp79.429.000, NK sebesar Rp49.810.000, dan FPA sebesar Rp8.640.000, dengan total Rp137.879.000.
“Komponen restitusi itu meliputi empat hal. Yang pertama ganti kerugian atas kehilangan kekayaan. Kedua, ganti kerugian atas penderitaan korban. Ketiga, ganti biaya perawatan medis atau psikologis. Keempat, biaya lain seperti transportasi dan kebutuhan selama proses hukum,” jelas Nurherwati.
