“Ya tunggakan kita yang khusus SMK kami ya, SMK Ma’arif Garut itu totalnya dari tahun 1996 angkatan pertama sampai 2024 sekarang itu di angka 1,4 miliar, itu baru sekolah kami, belum sekolah yang lain,” ucapnya.
Menurut Entep, masalah terbesar saat ini jika iuran atau tunggakan siswa itu tidak dibayar, maka sekolah akan kewalahan terkait kebutuhan atau keperluan sekolah SMK yang sangat banyak.
“Nah itu kendala yang, makanya kalau seandainya kita dilakukan gratis dan dihilangkan beban orang tua atau hutang-hutang orang tua. Kami bersyukur kalau pemerintah atau dalam hal ini Pemprov itu mau, tapi sampai sekarang kan tidak pernah,” katanya.
Baca Juga:Masih Bingung Cari Sarapan? Warmob di Jalan Ibrahim Adjie Jadi Pilihan Tempat Sarapan Hits di Garut!Hujan Sepanjang Hari! Prediksi Cuaca Seluruh Kecamatan di Garut Akan Diguyur Hujan, Waspada Terhadap Bencana
Kebutuhan sekolah SMK, kata Entep, seperti fasilitas sekolah tidak terawat, sarana dan prasarana alat alat praktik tidak terpelihara, kebutuhan tiap jurusan pun berbeda-beda antara jurusan Otomotif dan lainnya.
“Maka disitulah, kalau dari orang tua tidak ada pemasukan atau tidak ada bantuan dari orang tua, kami cukup kewalahan. Akhirnya yang seharusnya sarana-prasarana itu bisa digunakan dalam jangka waktu lima tahun, tiga tahun sudah tidak bisa digunakan lagi,” tambahnya.
Ia juga mengatakan, bahwa dana sebesar 600 miliar yang dikatakan oleh Gubernur itu adalah dana BPMU (Bantuan Pendidikan Menengah Universal), itu pun untuk honor guru yang bukan PNS.
“Tolong dicatat yang 600 miliar yang dibicarakan oleh gubernur itu adalah dana yang sudah dipersiapkan dari gubernur sebelumnya yaitu BPMU dan itu pun peruntukannya untuk honor guru yang bukan PNS,” katanya.
Kendati demikian, Entep tidak pernah ada bantuan atau dana apapun dari Pemprov untuk kebijakan ini, maka ia berharap jika ada kebijakan Pemprov yang akan membiayai tunggakan siswa ini harus ada kajian dulu, analisis atau penelitian, baru muncul suatu kebijakan terkait larangan menahan ijazah tersebut.
“Sampe sekarang tidak ada, sepeserpun itu tidak ada, kalau benar tujuannya ingin membantu masyarakat, bukan seperti itu caranya, seharusnya ada kajian dulu, baru cerita, minimal ada seseorang yang melakukan analisis, penelitian lah gitu, harapan saya sebaiknya seperti itu, analisis dulu, dilaksanakan, baru ambil kebijakan,” pungkasnya. (Muhamad Rizka)
