GARUT – Angka perceraian di Kabupaten Garut mencapai 6.000. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Garut, sepanjang tahun terakhir tercatat lebih dari 7.200 perkara yang masuk, dengan sekitar 6.000 di antaranya merupakan perkara perceraian.
Ketua Pengadilan Agama Garut, Ayip mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen dari kasus perceraian tersebut disebabkan oleh faktor ekonomi. Kondisi ini menjadikan Garut sebagai salah satu daerah dengan jumlah kasus perceraian tertinggi di wilayah Priangan Timur.
“Nah ini sebetulnya agak berbeda ya, kalau hampir 80% dari 7 ribu lebih itu lebih kepada faktor ekonomi. Nah 7.000 itu perkara yang masuk ke pengadilan agama, 7.200 lebih ya. Perceraian 80 persen lah, sekitar 6 ribu dalam satu tahun, nah itu 80 persennya ekonomi, yang lainnya ada masalah lain. Ini memang jadi sorotan di Priangan Timur, memang Garut paling banyak,” ungkap Ayip, kemarin.
Baca Juga:Kadisparbud Tegur Pengelola, Terkait Uang Sewa Gedung Art Center Garut Ditransfer ke Rekening PribadiKemenag Garut Akan Data Ulang Pasutri yang Belum Tercatat, Dorong Sinergi Isbat Nikah di Setiap Kecamatan
Ayip menjelaskan bahwa Pengadilan Agama sebagai lembaga yang bersifat pasif, artinya tidak menciptakan perkara baru, melainkan menangani pengaduan dan permohonan hukum dari masyarakat, termasuk perkara isbat nikah atau penetapan keabsahan pernikahan yang belum tercatat secara resmi di
“Tapi kami kan pasif ya, tidak menyuruh-nyuruh, tidak mengulah-ulah. Jadi kami menyelesaikan pengaduan dari para pihak, termasuk isbat nikah ini juga bagian dari kewenangan Pengadilan Agama bagi umat Islam untuk menyelesaikan persoalan hukumnya agar mendapat perlindungan hukum,” tegasnya.
Kendati demikian, Ayip mengungkapkan untuk menekan angka perceraian di Garut, perlu dilakukan langkah bersama lintas sektor dengan menyoroti akar utama persoalan, yakni ekonomi keluarga.
“Kami bisa memilah by data bahwa ada sekian perceraian yang diajukan di Pengadilan Agama, dan alasan utamanya adalah ekonomi. Maka sinergitas kita bisa dipecahkan oleh kita bersama, karena ini menjadi sumber masalah di keluarga. Saya rasa yang paling penting adalah bagaimana ekonomi keluarga itu ditingkatkan agar persoalan bisa diselesaikan,” tutupnya.
Dengan jumlah perkara yang terus meningkat, Pengadilan Agama Garut berharap sinergi antara pemerintah daerah, lembaga hukum, dan instansi terkait dapat terus diperkuat, baik dalam penanganan hukum keluarga maupun dalam edukasi masyarakat tentang pentingnya legalitas dan ketahanan ekonomi rumah tangga. (*)