Kemudian pemaksaan perpindahan penduduk sipil dalam skala besar tanpa jaminan keselamatan apalagi dengan ancaman adalah tindakan yang dapat masuk kategori forcible transfer dalam Statuta Roma. Pola penghancuran sistematis atas sarana hidup warga Gaza secara fisik dan non-fisik sudah jelas merupakan genosida.
Statuta Roma mendefinisikan genosida sebagai kejahatan paling serius terhadap kemanusiaan dan mendefinisikan dua unsur utamanya: actus reus (tindakan jahat) yang meliputi tindakan seperti membunuh, menyebabkan kerugian fisik atau mental, mencegah kelahiran, atau memindahkan anak-anak suatu kelompok dengan niat untuk menghancurkan kelompok tersebut; dan mens rea (niat jahat) yaitu niat untuk menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama tertentu. Mahkamah Internasional (ICC) yang dibentuk oleh Statuta Roma untuk mengadili kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi, ternyata tidak dapat atau tidak mampu berbuat apa-apa.
Gaza adalah titik nadir. Hak untuk hidup, hak atas air dan pangan, hak atas perumahan, hak atas kesehatan, hak atas rasa aman, terlebih hak atas kemerdekaan bangsanya, semuanya runtuh di tengah reruntuhan kota. Instrumen HAM Internasional seperti kovenan hak-hak sipol (ICCPR), kovenan hak-hak Ecosoc (ICESCR), Konvensi Hak Anak, dan lainnya seolah tidak ada artinya.
Baca Juga:Khitanan Massal Klinik Nurhayati di Garut Hadirkan Metode Sunat Modern, Teknik Cetak Minim NyeriPemkab Garut Terapkan Aplikasi Absensi Guru, Blankspot Jadi Kendala
Provisional measures Mahkamah Internasional (ICJ) atas permintaan Afrika Selatan yang memerintahkan agar bantuan kemanusiaan ke Gaza difasilitasi, bukan dihalangi pun tidak diiindahkan oleh Israel. Serangan drone kapal Flotilla jika benar dilakukan oleh Israel, maka seharusnya ini dilihat sebagai bentuk pembangkangan terbuka lainnya pada hukum internasional. Kembali hukum internasional dipertanyakan soal efektivitas penegakannya.
Sesungguhnya badan PBB yang memiliki tanggungjawab utama terhadap berbagai situasi yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional itu adalah Dewan Keamanan (DK). Pertanyaanya, selama berlaku hak veto di dalamnya, mekanisme penegakan hukum internasional tidak akan pernah bisa tegak. Lalu, mekanisme apa lagi yang dapat diandalkan untuk bisa menghentikan kebiadaban Israel pada Palestina? Tak ada mekanisme yang lebih kuat selain mekanisme di bawah DK PBB. Amerika Serikat, sebagai anggota tetap, berulang kali menggunakan veto untuk melindungi Israel dari jeratan hukum internasional.