Apakah Coretan Harus Jadi Syarat Aksi Demonstrasi Didengar?

istimewa
M. Surya Gumilang, S.Pd, M.Hum
0 Komentar

Aksi demonstrasi pada akhirnya adalah hak demokratis setiap warga. Tetapi hak itu tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu berjalan beriringan dengan tanggung jawab. Tanggung jawab untuk menjaga ruang publik, tanggung jawab untuk memastikan pesan tersampaikan dengan jelas, dan tanggung jawab untuk membangun simpati, bukan antipati.

Aksi massa adalah cara menyampaikan kegelisahan, tetapi cara itu sebaiknya tidak sampai membuat orang lain kehilangan kenyamanan di ruang yang mereka gunakan sehari-hari.

Coretan di tembok mungkin bagian dari sejarah panjang perlawanan di negeri ini. Tetapi zaman berubah.

Baca Juga:Rutan Garut Serius Wujudkan Nilai PRIMA, Gelar Rapat Evaluasi dan Penguatan Kinerja PegawaiRutan Garut Gelar Doa Bersama, untuk Kebaikan Bangsa dan Negara Indonesia

Kini, suara bisa diperkuat dengan cara yang lebih kreatif, lebih luas gaungnya, dan lebih ramah terhadap ruang publik. Pertanyaannya, apakah kita ingin pesan kita diingat karena maknanya, atau sekadar karena bekas cat di dinding?

Kalau tujuan aksi demonstrasi adalah agar suara didengar, mestinya yang dipikirkan bukan bagaimana meninggalkan jejak permanen di tembok, melainkan bagaimana membuat pesan benar-benar sampai ke telinga dan hati orang yang berkuasa.

Pertanyaan “Apakah coretan harus jadi syarat aksi demonstrasi didengar?” seharusnya mengajak kita semua merenung. Jangan sampai energi besar yang sudah dikeluarkan justru habis untuk membersihkan tembok, bukan untuk memperbaiki kebijakan.

Suara rakyat tidak akan pernah hilang. Dengan atau tanpa coretan, ia akan menemukan jalannya sendiri.

Yang terpenting adalah bagaimana suara itu bisa sampai, dipahami, dan dipertimbangkan. Karena pada akhirnya, yang kita perjuangkan bukanlah cat yang menempel di dinding, melainkan perubahan nyata yang berpihak pada kehidupan banyak orang. (*)

0 Komentar