Inisiasi Dewan Pers dan Kemen PPA telah melahirkan sebuah Pedoman yang diberi nama Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA). Pedoman tersebut menjadi produk regulasi dalam dunia pers Indonesia yang lebih bersifat mengikat para pekerja pers untuk mematuhinya.
Terdapat sanksi hukum yang cukup tegas jika para pekerja atau institusi pers melanggar pedoman ini. Sebagai sebuah produk kebijakan baru di dunia pers, tentunya perlu upaya sosialisasi yang bersifat langsung menyentuh sasaran yaitu para pekerja pers.
Tidak sedikit individu jurnalis maupun dapur redaksi kurang memahami konteks regulasi yang tertuang dalam PPRA tersebut, untuk itu perlu pemahaman menyeluruh melalui edukasi dan sosialisasi terhadap beragam stakeholder termasuk jurnalis, media, pemerintah, serta elemen lainnya.
Baca Juga:Parfum Floral, Wewangian Abadi yang Selalu Jadi PrimadonaPanduan Cerdas Memilih Spare Part NMAX Turbo Asli
Sosialisasi ini, tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata. Stake holder terkait, punya kewajiban yang sama untuk mensosialisasikan pedoman ini.
Organisasi profesi wartawan maupun Lembaga media tentu memiliki kewajiban untuk ikut mensosialisasikan PPRA. Hal ini, perlu dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas wartawan maupun redaksi di Perusahaan media.
Mahasiswa sebagai generasi penerus menjadi salah satu pihak yang juga penting dalam mendapat pemahaman ini, mereka harus memahami sedari awal terkait regulasi baru terkait ‘jurnalistik zaman now’.
Pemahaman tersebut diharapkan mampu melindungi anak-anak dari beragam eksploitasi isu atau kasus, terutama dari Media yang hanya menghamba terhadap traffing atau rating penonton tanpa memikirkan aspek kepentingan dari korban bahkan pelaku yang masih anak-anak.
Sejak tahun 2019, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak menjadi tambahan nilai yang harus ditaati oleh insan pers, pers diberikan kebebasan dalam menerima dan mengirimkan informasi namun di Indonesia tidak hanya sekedar bebas tapi harus bertanggung jawab. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang Pers No.40/1999 yang beririsan dengan kode etik jurnalistik.
PPRA diharapkan bisa mendorong pemberitaan yang bernuansa positif, penuh empati, melindungi hak dan martabat anak baik itu yang terlibat dengan persoalan hukum, sebagai korban, saksi ataupun pelaku.
Saking pentingnya PPRA, Dewan Pers kini mewajibkan pemahaman itu dalam setiap praktik pers di Indonesia, bahkan jika wartwan saat ini ingin lolos Uji Kompetensi Wartawan (UKW), maka yang bersangkutan harus benar-benar molotok kering tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.