Setelah Dipimpin Rusdedy, Lapas Garut Dinilai Layak Jadi Barometer Nasional Pembinaan Narapidana

Kalapas Garut, Rusdedy mendampingi kunjungan Guru Besar Kriminologi FISIP UI, Prof. Adrianus Meliala di Lapas
Kalapas Garut, Rusdedy mendampingi kunjungan Guru Besar Kriminologi FISIP UI, Prof. Adrianus Meliala di Lapas Garut
0 Komentar

GARUT – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Garut mendapat apresiasi tinggi dari akademisi Universitas Indonesia. Dalam kunjungannya belum lama ini, Guru Besar Kriminologi FISIP UI, Prof. Adrianus Meliala, menyebut Lapas Garut telah menjadi barometer tidak resmi pembinaan narapidana di Indonesia.

Prof Adrianus menilai, Lapas Garut layak menjadi barometer nasional dalam pembinaan narapidana.

Menurutnya, capaian dan inovasi yang dilakukan Lapas Garut selama ini telah memberikan eksposur dan perhatian luas, baik dari masyarakat maupun para pemangku kepentingan. Tapi sayangnya, pengakuan tersebut masih bersifat informal dan belum diformalkan secara kelembagaan.

Baca Juga:BPK Temukan Aset Negara Hilang di Dinas PUPR Garut, Nilainya Tembus Rp2,34 Miliar, Begini Kata Kadis PUPRPembuatan Paspor di Garut Meningkat, Sekda Garut Ingin Tambah Kapasitas Layanan

“Lapas Garut ini sudah menjadi semacam barometer secara diam-diam. Tapi menurut saya, hal itu perlu diformalkan. Kalau tidak, ujung-ujungnya jadi bahan omongan, seperti ‘karena Garut dekat Bandung, dekat Jakarta, jadi gampang maju.’ Padahal semua wilayah punya karakteristik dan potensi masing-masing,” ujarnya.

Prof. Adrianus menyarankan agar status Lapas Garut sebagai percontohan pembinaan narapidana ditetapkan melalui regulasi resmi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan maupun Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, agar menjadi standar nasional, bukan sekadar inisiatif lokal. Ia juga menyoroti pentingnya memperkuat dasar hukum kerja sama antara lapas dan sektor swasta.

Di samping itu, Ia juga menegaskan pentingnya memperkuat kerangka hukum dan kelembagaan dari kerja sama publik-swasta (public-private partnership) dalam pemasyarakatan. Menurutnya bahwa dasar hukum seperti Undang-Undang CSR belum cukup menjamin keberlanjutan kemitraan yang menyentuh ranah sensitif seperti lembaga pemasyarakatan.

“Kalau hanya mengandalkan UU CSR, belum tentu bisa nyambung dengan kebutuhan lapas yang notabene adalah lembaga tertutup. Maka perlu ada peraturan lanjutan, baik di level menteri atau dirjen, agar kemitraan ini bisa dijalankan secara masif dan aman,” jelasnya.

Kemudian Ia juga menyoroti bahwa salah satu penyebab tidak maraknya program serupa di lapas lain yaitu karena minimnya insentif atau penghargaan bagi para Kalapas dan pejabat pelaksana. Ia menilai, apabila program ini dianggap strategis, maka harus ada mekanisme penghargaan formal yang juga mendukung pengembangan karier.

0 Komentar