Undang-Undang nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, sebagai sebuah produk reformasi, memberikan jaminan terhadap kemerdekaan pers yang selama orde baru, terus dihantui pembredelan. Meski kebebasan pers dijamin undang-undang, kebebasan pers juga harus dimaknai dengan rasa tanggungjawab yang besar bagi para pekerja pers.
Pada prakteknya, tidak semua hal bisa diungkap pers ke public secara terbuka. Ada kode etik jurnalistik yang mengikat para pekerja pers agar kebebasan yang dilindungi undang-undang, tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan dengan pemberitaan.
Salah satu hal yang diikat dalam kode etik jurnalistik adalah, terkait pemberitaan yang berkaitan dengan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Kode etik jurnalistik mengikat para pekerja pers untuk tidak menampilkan hal-hal yang identic dengan identitas anak.
Baca Juga:Sop Ikan Gabus: Hangatnya Menyegarkan, Khasiatnya MenyehatkanManfaat Buah Pisang untuk Menurunkan Kolesterol
Hal ini ditetapkan dalam kode etik jurnalistik demi kepentingan masa depan anak kedepannya. Meski telah terikat oleh kode etik jurnalistik, sampai saat ini, tidak sedikit pemberitaan terkait ABH yang dilakukan banyak media menabrak kode etik. Hal tersebut terjadi karena aturan main yang ditetapkan masih bersifat kode etik yang sanksinya tidak membawa dampak hukum.
Tidak jarang, demi kepentingan mengejar jumlah pembaca dan nilai magnitude berita, identitas anak dalam pemberitaan ramah anak, dibuka secara terang benderang dengan cara menampilkan foto atau nama hingga alamat lengkap. Hingga, muncul istilah media tidak ramah anak.
Dewan Pers, sebagai regulator pers di Indonesia sebagaimana diatur dalam UndangUndang nomor 40 tahun 1999. Tentunya berupaya mengajak media agar taat dan patuh pada aturan kode etik jurnalistik, terutama terkait dengan pemberitaan yang berkaitan dengan ABH.
Salahsatu upaya yang dilakukan Dewan Pers adalah dengan mengangkat isu media ramah anak pada puncak peringatan Hari Pers Nasional tahun 2019 di Kota Surabaya.
Dewan Pers, bersama-sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPA), menginisiasi menyusun sebuah pedoman bagi media saat menyajikan berita-berita terkait anak dan ABH.
Dengan demikian pentingnya komitmen semua pihak dalam mengemas pemberitaan yang mengacu pada Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) sebagai bagian dari implementasi Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.