Berlawanan dengan MUI, Kadinkes Garut Sebut Secara Medis Sunat Perempuan Itu Tidak Ada

Kadinkes Garut, Leli Yuliani,
Kadinkes Garut, Leli Yuliani,
0 Komentar

GARUT – Terkait masalah sunat pada bayi perempuan, Pemerintah Kabupaten Garut berbeda pe dapat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut mengeluarkan kebijakan menghapus sunat perempuan karena mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang pelaksanaan undang undang nomor 17 tahun 2023 tekait dengan kesehatan.

Berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut, KH Sirojul Munir yang mengatakan bahwa sebaiknya bayi perempuan itu disunat dengan alasan untuk menghilangkan najis yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.

Baca Juga:Yudha Puja Turnawan Kunjungi Korban Kebakaran di Sukawargi CisurupanPemprov Jateng Bebaskan Pungutan SMA, SMK, dan SLB Negeri Sejak Tahun 2020 

Namun dilihat secara medis, menurut Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Garut, Leli Yuliani, bahwa sunat untuk perempuan itu tidak ada.

“Kalau yang dimaksud sunat itu dengan cara memotong bagian tertentu pada perempuan, secara medis itu tidak ada sebetulnya, jadi itu yang harus disamakan persepsinya, yang dimaksud sunat itu seperti apa?,” Ujar Leli, Senin (7/7).

Dengan begitu, kata Leli, harus ada dialog untuk menyamakan persepsi antara pihak yang mengharuskan sunat perempuan dengan unsur medis.

“sunat dengan adanya bagian yang dipotong di kesehatan itu tidak ada ya, kecuali laki-laki. Tapi apabila yang dimaksud sunat itu adalah membersihkan daerah daerah tertentu, semacam klitoris pada bayi perempuan, ya itu memang harus dibersihkan,” pungkasnya.

Leli menambahkan, bahwa sunat pada perempuan dengan cara memotong bagian tertentu bisa saja menimbulkan efek trauma karena adanya rasa sakit. (Ale)

0 Komentar