GARUT – Musim kemarau di Kabupaten Garut tahun ini tidak seperti biasanya. Alih-alih kering, sejumlah wilayah justru mengalami curah hujan cukup tinggi, menciptakan kondisi yang dikenal sebagai kemarau basah. Fenomena ini memunculkan kekhawatiran baru, khususnya di sektor pertanian, terkait meningkatnya risiko serangan hama dan penyakit tanaman.
Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kabupaten Garut, Ahmad Firdaus, mengungkapkan bahwa kemarau basah menciptakan lingkungan yang lembap dan hangat.
“Kondisi ini sangat mendukung perkembangbiakan tikus, dan apabila hamanya berupa serangga, dapat mempersingkat siklus hidupnya sehingga populasinya bisa meningkat dari biasanya,” jelas Ahmad Firdaus, Rabu (25/6).
Baca Juga:Proyek Tol Getaci di Garut Belum Final, Penlok dan Ganti Rugi Belum TuntasTarik Investor China, Pemda di Jateng Diminta Siapkan Konsep Sister City
Menurutnya, dua hama utama yang menjadi permasalahan petani padi sawah di Garut adalah tikus dan penggerek batang padi.
“Meskipun lima OPT utama padi sawah mencakup Wereng Batang Coklat (WBC), Tikus, Penggerek Batang Padi, Blas, dan BLB, tikus dan penggerek batang padi itu yang paling sering menimbulkan serangan signifikan di Garut,” tuturnya.
Ahmad menambahkan, di tengah kondisi kemarau basah ini, wilayah Garut Selatan perlu lebih mewaspadai serangan WBC.
“WBC menyukai daerah yang panas dan dataran rendah, sehingga Garut Selatan menjadi potensi area serangan,” ujarnya.
Meskipun belum ada kasus gagal panen atau puso akibat serangan OPT di Garut, Firdaus menekankan pentingnya langkah pencegahan dan pengendalian yang tepat. Petani diimbau untuk proaktif dalam menerapkan metode pengendalian yang direkomendasikan demi menjaga produktivitas pertanian. “Dampak dari serangan OPT bisa mengakibatkan penurunan produksi, bahkan gagal panen apabila puso,” pungkasnya.(rizki