” Kekerasan seksual di Garut itu sudah bahaya dan tidak bisa Dibiasakan dan tidak bisa Dinormalisasikan, karena rasanya Pandangan beberapa mahasiswa Ataupun ya masyarakat itu sendiri terkait kekerasan seksual ini Menjadi angin lalu naik berita Setelah itu turun lagi tidak ada penyelesaian yang konkret,” jelasnya.
“Kalau dinilai, sebenarnya di Pemkab Garut, saya pada tahap dipertanyakan, kenapa dipertanyakan? Karena mungkin bebannya memang betul, ini urusan bukan hanya di Pemkab, tetapi stakeholder terkait seperti yang masyarakat umumnya mungkin, kemudian sebagai tokoh masyarakat dan Pemkab itu seharusnya memang menjadi ekosistem yang bisa bekerjasama. Namun tetap melihat dari capaian dari Pemkab Garut ini justru memang benar-benar dipertanyakan dengan halnya program mana saja yang benar-benar konkret yang bisa menyelesaikan persoalan ini. Betul ada program seperti sosialisasi terkait kekerasan seksual dan sebagainya, namun capaiannya sudah sejauh mana,” ucapnya.
“Contoh kasus apakah waktu itu tahun 2022, sudah dibentuk surat keputusan terkait gugus tugas perlindungan perempuan dan anak. Namun terkait gugus tugas ini, bahkan di tingkat kecamatan dan desa ya SK-nya itu, masih dipertanyakan gitu gugus tugasnya di mana dan apa gitu. Karena menurut saya sudah ada produk hukum seperti SK Bupati, berarti ini sudah seharusnya dilaksanakan dan mungkin sudah ada anggaran yang diprioritaskan untuk gugus tugas ini. Ini juga menjadi catatan pada Pemkab Garut secara legalasi sudah ada, tetapi secara implementasi mana kok gak ada gitu,” tambahnya.
Baca Juga:Jelang Idul Adha, Peternak di Garut Pilih Jualan Domba di Pinggir Jalan: Ini AlasannyaMantan Anggota DPRD Garut Soroti Kasus Pencabulan oleh Oknum Imam Masjid
Ari juga menyebut bahwa anggaran sosialisasi yang digelontorkan pemerintah, yakni sekitar Rp3 miliar, patut dipertanyakan efektivitasnya.
“Kalau menilai efektif, justru bisa dikatakan kurang efektif. Kenapa kurang efektif? Karena capaian sosialisasi ini adalah menekan angka kekerasan seksual di Kabupaten Garut. Tapi pada fakta lapangan, ini makin marak ya. Dari bulan kemarin, kasus yang terbarukan dokter kandungan. Kemudian setelah ini, ada guru / imam masjid. Ini menjadi warning pada efektifitas program yang dilaksanakan oleh Dinas KB ini. Nah, sejauh mana sih capaiannya? Apakah efektif dengan hanya sosialisasi? Anggaran 3 miliar itu bukan anggaran yang kecil, anggaran yang besar untuk hanya sosialisasi, tetapi capaian programnya tuh sampai sekarang belum terasa. Karena apa? Ini terus ada yang terungkap, yang tidak terungkap mungkin banyak. Makanya perlu rumusan baru dalam kebijakan ini. Yang rasanya terkait kalau bicara sosialisasi, saya lihat dan saya ketahui beberapa informasi. Tahapan sosialisasi itu hanya termuat di lingkungan yang saya rasa sudah punya akses untuk tahu terkait kekerasaan seksual ini,” tutupnya. (rizka)