Influencer, Konten Kreator Bahkan Netizen Harus Paham Pedoman Pemberitaan Ramah Anak

Muhamad Erfan
Muhamad Erfan (Penulis)
0 Komentar

Sebaran informasi di media digital di Indonesia semakin deras dengan cepat dan bisa diakses kapan, dimana dan oleh siapapun. Mulai dari informasi yang berupa teks, foto bahkan video bisa tersebar dan diterima khalayak dalam hitungan detik, ditambah algoritma suatu platform digital menambah arus deras informasi itu beredar luas dan menerpa segmen tertentu.

Belakangan ini heboh pemberitaan dugaan tindak pidana kekerasan yang melibatkan anak-anak di bawah umur, yang mana korban maupun pelakunya merupakan anak di bawah umur.

Bukan netizen Indonesia jika setiap ada informasi penting, maka siapapun pelakunya akan tersebar di jagat media maya alias media digital terkoneksi internet. Satu hal positif yakni orang-orang jadi lebih tahu dan paham terhadap suatu informasi, namun aspek negatifnya Ketika keterbukaan itu terlalu kebablasan.

Baca Juga:Cegah Diabetes Secara Alami dengan Kayu Manis: Ini ManfaatnyaMotor RX King Dijual Mahal, Apa yang Membuatnya Bernilai Tinggi?

Contohnya, Ketika ada kasus kekerasan yang mana pelaku dan korbannya Adalah anak-anak, lantas netizen atau akun-akun penyebar informasi viral memuat informasi terkait identitas lengkap anak-anak yang menjadi pelaku atau bahkan korbannya.

Mulai dari wajah, nama, alamat hingga sekolahnya terpampang di beranda media sosial dan orang-orang bisa mengetahui siapa dan apa yang terjadi dengan anak tersebut. Dampaknya, tidak hanya aspek kekerasan yang diterima korban, namun anak tersebut juga harus menanggung rasa malu yang lebih luas karena wajahnya tersebar di berbagai macam platform dan viral.

Pun demikian bagi anak-anak yang berstatus sebagai pelaku kekerasan, tidak hanya berurusan dengan hukum melainkan ia pun harus menanggung resiko lainnya yakni rasa malu karena dihujat usai identitas lengkapnya plus perilakunya tersebar sehingga mendapat amarah dari para netizen yang terus menerus menghujat baik melalui media sosial pribadi maupun postingan orang lain.

Jika kita merujuk pada Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang mewajibkan insan pers harus berhati-hati Ketika memberitakan suatu kasus yang melibatkan anak-anak baik sebagai pelaku maupun korban, maka sudah seyogyanya para penyebar informasi di media sosial pun sama paham terkait konsep PPRA tersebut.

Hari ini, penyebaran informasi atau isu yang melibatkan anak-anak di media sosial (terutama non pers) kadang kebablasan. Identitas anak baik itu korban maupun pelaku, tanpa filter atau sensor disebar melalu platform digital media sosial.

0 Komentar