GARUT – Kasus pelecehan seksual dan kenakalan remaja menjadi perhatian serius di Kabupaten Garut. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTDPPA) Garut, Santi Susanti, mengungkapkan keprihatinannya terkait peningkatan kasus yang melibatkan anak-anak dan remaja di Garut.
Data dari UPTDPPA Garut mencatat adanya tiga kasus kenakalan remaja sepanjang tahun 2024. Ironisnya, memasuki tahun 2025, satu kasus yang sangat memprihatinkan dan viral terjadi di Kecamatan Pasirwangi. Kasus tersebut melibatkan dua remaja yang masih duduk di bangku sekolah dan melakukan hubungan intim di salah satu masjid.
Menurut Santi Susanti, salah satu faktor utama yang diduga menjadi penyebab permasalahan ini adalah pengaruh lingkungan dan kemudahan akses terhadap gadget (handphone).
Baca Juga:Modal Koperasi dari Pinjaman Bank: Siapa yang Bertanggung Jawab Membayar?Permodalan Koperasi dari Pinjaman Bank, Haruskah Ada Permodalan Anggota?
“Lingkungan pergaulan yang kurang sehat dan konten-konten negatif yang mudah diakses melalui handphone sangat berpotensi mempengaruhi perilaku remaja, kasus seperti ini merajalela di Garut, bahkan mereka tidak takut melakukan hubungan seperti itu, gak ada ketakutan, di mesjid lagi,” ujarnya, Kamis (8/5).
Santi juga menyoroti latar belakang orang tua dari remaja yang terlibat dalam kasus di Pasirwangi. Diketahui bahwa kedua orang tua remaja tersebut sudah lanjut usia dan merasa kebingungan dalam menghadapi perilaku anak-anak mereka. Padahal, kedua remaja tersebut juga aktif mengikuti kegiatan pengajian di lingkungannya, layaknya remaja seusia mereka. Hal ini menunjukkan kompleksitas permasalahan dan perlunya pendekatan yang lebih mendalam.
Meskipun kasus tersebut viral di Garut dan menimbulkan keresahan di masyarakat, Santi menegaskan bahwa upaya sosialisasi dan pencegahan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Namun, ia mengakui bahwa tantangan dalam menekan angka kasus ini cukup besar.
Menyikapi kasus yang ditangani UPTDPPA, Santi menjelaskan bahwa pihaknya melakukan serangkaian tindakan, mulai dari asesmen terhadap korban dan pelaku, pendampingan psikologis, hingga memfasilitasi musyawarah antara pihak keluarga dan pemerintah desa.
“Kami berupaya melakukan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait agar ada solusi yang terbaik dan pembinaan yang efektif bagi anak-anak ini, dimusyawarahkan antara keluarga dan pihak desa juga dan diberi pengarahan, dan itu dimediasi oleh team kita dan didampingi juga oleh psikolog,” jelasnya.