GARUT – Tanah milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di jalur Garut–Cikajang bukan sekadar lahan mati yang telah lama tak dilintasi kereta. Bagi sebagian warga, terutama yang telah bermukim di atasnya selama puluhan tahun, tanah ini adalah bagian dari kehidupan, rumah, tempat tumbuh, dan ruang menyimpan kenangan.
Di balik rencana besar pemerintah untuk mereaktivasi jalur kereta api Garut–Cikajang, terselip kisah haru warga yang harus menghadapi kenyataan pahit: kemungkinan harus pergi dari tanah yang telah mereka anggap sebagai rumah seumur hidup.
Ujang (36), warga Bayongbong, Kabupaten Garut, adalah salah satu dari mereka yang lahir dan besar di atas tanah milik PT KAI. Sejak kecil hingga kini berkeluarga, hari-harinya selalu dijalani di rumah yang berdiri di atas tanah tersebut.
Baca Juga:Hati-Hati! Tanaman Ini Bisa Mengundang Ular ke Pekarangan RumahmuLink DANA Kaget Hari Ini! Rebut Saldo Gratis Hingga Rp210.000 – Kamis, 24 April 2025
“Saya lahir di sini. Besar di sini. Bahkan orang tua saya juga sudah lama tinggal di sini. Jadi, tanah ini bukan sekadar tempat tinggal, tapi bagian dari hidup kami,” ujar Ujang (24/4).
Baginya, setiap sudutnya menyimpan kenangan: tawa masa kecil, kehangatan keluarga, hingga momen-momen sederhana yang kini terasa mahal. Maka tak heran, ketika pemerintah menggulirkan program reaktivasi jalur kereta, muncul kegamangan dari dalam diri Ujang dan banyak warga lainnya.
“Sulit buat saya melepas kenangan itu. Apalagi ini tempat saya tumbuh dari kecil. Tempat kami berkumpul sebagai keluarga. Rasanya berat,” lanjutnya.
Harapan Warga: Kebijakan yang Bijak dan Kompensasi yang Adil
Reaktivasi kereta api memang punya tujuan besar: membangkitkan kembali transportasi publik, membuka akses daerah, dan menghidupkan perekonomian lokal. Namun, di tengah proses itu, ada suara-suara kecil dari warga seperti Ujang yang berharap agar hak dan kehidupan mereka juga diperhatikan.
Ujang menegaskan bahwa para warga bukan tinggal secara ilegal. Mereka selama ini turut berkontribusi dengan membayar sewa kepada PT KAI.
“Kami tinggal di sini juga nggak gratis. Ada kewajiban yang kami jalankan, termasuk membayar sewa. Jadi, harapannya saat reaktivasi dilakukan, ada perhatian yang adil dari pemerintah. Terutama soal kompensasi,” tuturnya.***