“Berdasarkan data yang kita ketahui SIP itu Dinas Kesehatan yang mengeluarkan, pertama di Rumah sakit Malangbong yang kedua di Karya Harsa berdasarkan SIP yang berlaku,” ungkapnya.
Ketua IDI Garut menjelaskan, bahwa kegiatan roadshow yang sering dilakukan kedokteran terutama obgyn merupakan kegiatan keilmuan biasa dalam profesi kedokteran. Ia mencontohkan pengalamannya sendiri sebagai seorang SpOg yang melakukan pembinaan ke puskesmas-puskesmas.
“Masalah dia yang melakukan roadshow, itu merupakan kegiatan keilmuan kita, saya secara pribadi SpOg melakukan roadshow ke 67 puskesmas untuk membina semua puskesmas disana ada proses pembelajaran,” terangnya.
Baca Juga:Pusat Strategi Kebijakan Kemenimipas Jadikan Lapas Garut Sebagai Percontohan di Bidang Ketahanan PanganPolisi Kejar Informasi Viral di Medsos, Terkait Kasus dokter Cabul di Garut
Ketua IDI Garut Belum Pernah Terima Aduan Terkait MSF
Rizki Safaat juga mengungkapkan bahwa selama menjabat sebagai Ketua IDI Garut sejak tahun 2022, pihaknya belum pernah menerima keluhan atau aduan terkait perilaku MSF hingga beberapa hari terakhir.
“Semenjak saya menjadi ketua IDI dari 2022 saya diangkat, sampai saat ini belum ada keluhan, belum ada aduan sampai tiga hari yang lalu,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa IDI sendiri tidak memiliki mekanisme untuk mengetahui proses aduan seperti kasus kekerasan seksual ini, karena fokus organisasi lebih kepada isu kesehatan ibu dan bayi.
“IDI tidak pernah mengetahui proses aduan seperti ini, yang kita lakukan adalah angka kematian ibu dan bayi,” tambahnya.
Secara pribadi, Rizki Safaat Nurohim mengaku belum pernah bertemu langsung dengan tersangka MSF. Pihaknya akan segera berkoordinasi dan melaporkan kasus ini kepada IDI wilayah agar dapat ditindaklanjuti oleh Majelis Kedokteran.
“Saya belum pernah ketemu dengan MSF ini, kami akan berkordinasi dan melaporkan ke IDI wilayah mungkin ini akan ditindaklanjuti oleh majelis kedokteran,” tegasnya.
Siapa yang Mendampingi Pasien Selama Diperiksa?
Terkait pendampingan pasien selama pemeriksaan medis, Rizki Safaat Nurohim menjelaskan bahwa idealnya, dokter laki-laki didampingi oleh tenaga kesehatan perempuan. Namun, ia menekankan bahwa pasien memiliki hak untuk didampingi oleh keluarga atau siapapun yang diinginkan, termasuk dalam proses diskusi penyakit, sesuai dengan privasi pasien.
Baca Juga:Kapolres Garut Dorong Korban Lain dari dokter Cabul untuk MelaporIDI Garut Prihatin dan Kutuk Tindakan Dokter Tersangka Kekerasan Seksual, Siapkan Langkah Etik dan Disiplin
“Masalah pendampingan ini ada dua, yaitu dari sisi pasien dan sisi pelaksana, kalau dari kedokteran itu etik, kalau selama proses pemeriksaan itu idealnya apalagi kita dokter laki-laki didampingi, biasanya oleh tenaga kesehatan perempuan, tapi pada prosesnya pendampingan hak pasien untuk didampingi oleh keluarga atau siapapun termasuk pada proses diskusi penyakit, apakah asisten kita berhak tahu atau tidak, kita layani ketika menjadi privasi pasien sesuai dengan keinginan pasien,” pungkasnya.(rizki)