JAKARTA – Kabijakan penghapusan tunggakan pajak pokok kendaraan bermotor dan denda yang digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Langkah ini dinilai sebagai gebrakan yang peka terhadap kondisi ekonomi rakyat, terutama setelah dampak pandemi masih terasa di berbagai lapisan.
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai kebijakan ini sebagai bentuk empati pemerintah daerah atas realitas yang dihadapi warganya. Menurutnya, penghapusan denda dan tunggakan pajak bisa menjadi dorongan positif agar masyarakat kembali patuh memenuhi kewajiban mereka.
Dalam kondisi penerimaan daerah yang melambat akibat tekanan ekonomi, Achmad menilai, pemerintah daerah membutuhkan kebijakan inovatif guna mendorong peningkatan kepatuhan pajak.
Baca Juga:Direktur BUMDes Tak Bisa Bertindak Sepihak, Pengelolaan Keuangan Harus Transparan dan Sesuai RegulasiSampah di Pengkolan Pojok Akhirnya Dibersihkan, Lokasi Dipagar Bambu
“Dengan menghapus denda dan tunggakan, beban psikologis dan finansial wajib pajak dapat ditekan, sehingga mereka lebih terdorong untuk melakukan pembayaran pokok pajaknya,” jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway (grup Radar Garut), pada Selasa 15 April 2025, dikutip dari disway (Grup Radar Garut).
“Secara normatif, penghapusan tunggakan dan denda pajak ini adalah bentuk kebijakan fiskal yang bersifat countercyclical,” tambahnya.
Selain itu, jika dilihat dari sisi behavioral economics, banyak orang sebenarnya bukan sengaja menunggak pajak, melainkan karena rasa takut yang muncul akibat denda yang terus menumpuk hingga jumlahnya terasa mustahil untuk dibayar.
Karena sebab itulah, Ia menilai jika keputusan untuk memberikan insentif berupa penghapusan denda menjadi strategi yang secara psikologis masuk akal untuk memulihkan kepatuhan.
“Ketika dihadapkan pada tagihan yang terlalu tinggi, respons manusia cenderung menghindar atau menunda lebih jauh,” ucap Achmad.
Walaupun begitu, menurut Achmad bahwa risiko moral hazard dari penghapusan tunggakan dan denda ini juga tidak bisa diabaikan.
Di sisi lain, dari pihak yang selama ini membayar pajak tepat waktu justru melayangkan kritik terhadap kebijakan tersebut. Mereka merasa bahwa kepatuhan mereka tidak dihargai dan bahkan merasa dirugikan karena pelanggar mendapat insentif, sementara mereka tidak.
Baca Juga:Demi Nafkah Keluarga, Hendra Setiap Hari Berkeliling Cari Paku Bekas di GarutEfek Program Pemutihan, Jumlah Pembayar Pajak di Garut Naik Lima Kali Lipat
“Ini menciptakan ketimpangan persepsi keadilan, dan dalam jangka panjang bisa memicu penurunan kepatuhan secara keseluruhan,” jelas Achmad.