RADAR GARUT – Pengelolaan keuangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bukan perkara sepele. Sebagai lembaga yang dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat desa, setiap rupiah dana BUMDes wajib dikelola secara transparan dan bertanggung jawab. Salah satu kunci utamanya: direktur BUMDes tidak boleh sewenang-wenang dalam mencairkan ataupun menggunakan uang BUMDes.
Dalam praktiknya, pengelolaan keuangan BUMDes sudah diatur ketat oleh sejumlah regulasi, yang bertujuan mencegah penyalahgunaan dana desa demi kepentingan pribadi. Beberapa aturan yang menjadi payung hukum bagi pengelolaan keuangan BUMDes di antaranya:
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Regulasi ini secara detail mengatur struktur organisasi BUMDes, termasuk pembagian tugas, peran, dan wewenang pengurus, pengawas, hingga mekanisme pengelolaan aset dan keuangan.
- Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendaftaran, Pendataan, Pembinaan, dan Pengembangan BUMDes. Peraturan ini menekankan pentingnya pencatatan administrasi dan pelaporan keuangan yang rapi dan transparan, termasuk pengawasan oleh pemerintah daerah dan pendampingan teknis.
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang ini menjadi dasar hukum terbentuknya BUMDes sebagai unit usaha desa yang harus mengedepankan asas keterbukaan dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya desa.
Sesuai dengan aturan yang berlaku, dalam penggunaan keuangan BUMDes, seorang direktur tidak bisa mengambil keputusan sepihak. Proses pencairan dan pengalokasian dana wajib melalui musyawarah internal bersama pengurus lain seperti bendahara, sekretaris, dan juga pengawas.
Baca Juga:Sampah di Pengkolan Pojok Akhirnya Dibersihkan, Lokasi Dipagar BambuDemi Nafkah Keluarga, Hendra Setiap Hari Berkeliling Cari Paku Bekas di Garut
Musyawarah ini bertujuan memastikan bahwa setiap penggunaan dana sesuai dengan rencana kerja, anggaran yang telah disepakati, dan kebutuhan BUMDes, bukan untuk kepentingan individu.
Apabila seorang ketua atau direktur BUMDes nekat menggunakan dana BUMDes untuk kebutuhan pribadi, hal ini jelas dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Tindakan semacam ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi desa dan masyarakat, dan tentu saja dapat berbuntut panjang secara hukum.
Dalam konteks hukum pidana, penyalahgunaan uang BUMDes bisa dikenakan sanksi sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bahkan bisa terjerat pasal korupsi apabila terbukti menggelapkan atau memanfaatkan dana desa untuk keuntungan pribadi.
Dengan kata lain, posisi direktur bukan sekadar jabatan, melainkan amanah yang harus dipegang dengan integritas tinggi. Karena BUMDes bukan milik pribadi, melainkan milik seluruh masyarakat desa yang harus dikelola secara profesional dan penuh tanggung jawab.