“Dalam perkembangan, dalam kita berdiskusi, kita merumuskan tentang persyaratan-persyaratan yang perlu atau tidak perlu di dalam SKCK itu. Dan ini kami sekali lagi, kami tetap mendukung ini karena sesuai dengan astacita dari Presiden RI, yaitu penegakan atau penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia,” tuturnya.
Batasan dan Pengecualian
Meskipun demikian, usulan penghapusan SKCK ini tidak berlaku untuk semua mantan narapidana. Nicholay menegaskan bahwa pelaku kejahatan berat, seperti pelecehan seksual terhadap anak, pedofilia, serta kejahatan dengan dampak sosial besar, tetap harus dikenakan pembatasan yang lebih ketat.
Pihaknya menekankan pentingnya hukuman yang seimbang dan efek jera bagi pelaku kejahatan berat. Kejahatan seperti pelecehan seksual terhadap anak dan tindakan kriminal serupa harus tetap mendapat hukuman maksimal.
Baca Juga:Dedi Mulyadi Ajak OJK Berantas Bank Gelap dan Pinjol IlegalSatpol PP Garut : Pasar Ceplak Jadi Prioritas Utama Patroli Setiap Hari dari Gangguan Pengemis dan Pengamen
Kesempatan Kedua Demi Kehidupan yang Lebih Baik
Usulan ini menjadi bagian dari visi besar dalam menegakkan hak asasi manusia, keadilan, dan demokrasi di Indonesia. KemenHAM ingin menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, di mana mantan narapidana yang telah bertobat memiliki kesempatan yang sama untuk membangun hidupnya kembali.
Nicholay menekankan jika Tuhan Maha Pengampun, maka kita sebagai manusia seharusnya juga memberi kesempatan kepada mereka yang ingin memperbaiki diri. Mereka juga berhak mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik tanpa terus-menerus dihantui oleh masa lalunya.
Dengan langkah ini, diharapkan mantan narapidana tidak lagi terjebak dalam stigma negatif, tetapi dapat menjadi bagian dari masyarakat yang produktif dan berkontribusi bagi bangsa.