Endar juga menyoroti bahwa pengemudi transportasi online sering kali mendapatkan tekanan dari aplikator, sementara aturan pemerintah seharusnya lebih diarahkan kepada perusahaan aplikasi, bukan hanya kepada mitra pengemudi.
“Menurut saya transportasi online itu termasuk transportasi umum, tapi di sisi lain kami sebagai driver aplikasi banyak mengalami tekanan dari aplikator. Seharusnya aturan ini lebih ditekankan ke aplikator, bukan hanya kepada kami di lapangan,” tambahnya.
Menurut Endar, jika aturan ini diterapkan, maka pengemudi transportasi online harus mengorbankan kendaraan pribadi mereka menjadi kendaraan umum, yang berbeda dengan angkutan kota yang mayoritas dimiliki oleh pemilik usaha atau bos angkot.
Baca Juga:Sebuah Rumah di Desa Panjiwangi Terbakar Akibat Api Kompor Menyambar BensinDemi Efisiensi Anggaran, Undangan Rapat Paripurna HJG Ke-212 Hanya Dihadiri Oleh 125 Orang
“Masalah terkait plat kuning, saya yakin driver-driver yang lain akan satu suara dengan saya dalam penolakannya karena ini mobil pribadi, motor pribadi. Beda dengan angkot yang memang dimiliki oleh pengusaha dan disetorkan ke bosnya. Sedangkan kami mencari nafkah untuk keluarga dengan kendaraan sendiri,” tegasnya.
Ia juga menyinggung soal subsidi BBM yang seharusnya lebih tepat sasaran dan tidak hanya ditentukan berdasarkan warna plat kendaraan.
“Terkait subsidi BBM, pemerintah harus benar-benar memastikan agar subsidi ini tepat sasaran. Kalau ada yang tidak berhak tapi masih memakai barcode subsidi, itu harus ditindak,” tutup Endar.
Dengan beragam pendapat yang muncul, keputusan pemerintah mengenai perubahan plat nomor transportasi online ini masih ditunggu kelanjutannya. Para pengemudi berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini dengan melihat langsung kondisi di lapangan.(rizki)